Jakarta, CNN Indonesia -- Nama Panama muncul menyusul bocoran jutaan dokumen dari sebuah firma hukum yang menangani klien-klien besar, termasuk pada pemimpin dunia, selebritis dan penjahat kelas kakap.
Perusahaan Mossack Fonseca ini diduga membantu mereka dalam pencucian uang, menggelapkan pajak dan menghindari sanksi, berdasarkan lembaga International Consortium of Investigative Journalists, ICIJ, yang menerima bocoran dokumen sebesar 2,6 terabit itu.
Mossack Fonseca membantah telah melakukan praktik keliru. Mereka mengaku telah beroperasi selama lebih dari 40 tahun tanpa ada cela.
Kasus ini seakan menegaskan citra surga pencucian uang yang tersemat pada Panama sejak tahun 1980-an di masa pemerintahan diktator Manuel Noriega. Dikutip dari artikel di situs
Insight Crime, Sebelum digulingkan tahun 1989, Noriega diduga rutin menerima uang dari kartel narkotika Medellin pimpinan Pablo Escobar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pencucian uang dan perdagangan narkotika yang marak di negara itu membuat John Kerry yang saat itu menjadi Senator Amerika Serikat menjuluki Panama sebagai negara "narko-kleptokrasi".
Sejak berakhirnya kepemimpinan Noriega, Panama memang berusaha menegakkan peraturan anti-pencucian uang. Namun dalam praktiknya nihil.
Berdasarkan laporan IMF tahun 2014, pemerintah Panama tidak melakukan peninjauan atau penilaian terhadap risiko pencucian uang atau pendanaan teroris yang terkait perdagangan narkotika dan kejahatan lainnya.
Itulah sebabnya Panama masuk dalam "daftar abu-abu" Financial Action Task Force (FATF), sebuah badan intra-pemerintahan yang menyokong kebijakan anti-pencucian uang. Panama masuk daftar ini sejak 2014, bersama dengan Afghanistan, Sudan dan Suriah.
Celah pencucian uang Panama terletak pada peraturan soal
bearer shares atau saham atas unjuk, yaitu saham yang dimiliki oleh orang yang memegangnya, tanpa ada nama pemiliknya.
Di Panama diperbolehkan mendaftarkan perusahaan
bearer share atau
sociedad anonima (masyarakat anonim) berdasarkan Undang-undang Perbankan No 32 di negara itu. Dengan ini, Panama menjaga kerahasiaan aset perusahaan, nama pemilik, dan semua bentuk usaha serta transaksi perbankan yang dilakukannya.
Hal ini membuka banyak peluang untuk membuat perusahaan melalui Mossack Fonseca. Salah satu nama yang muncul dalam bocoran ICIJ adalah Presiden Vladimir Putin yang diduga menggelapkan dana hingga US$2 miliar dan para pemimpin dunia lainnya seperti pemimpin China Xi Jinping dan Malaysia Najib Razak.
Selain identitas pemilik yang anonim, Sociedad anonimas juga memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan, yang bisa disalahgunakan untuk keperluan pencucian uang.
Di antaranya adalah perusahaan itu tidak perlu diaudit dan melaporkan pajak. Perusahaan di Panama juga tidak perlu membayar pajak pendapatan untuk transaksi internasional, bunga pendapatan dan pajak penjualan. Perusahaan hanya perlu membayar pajak waralaba sekitar US$300 kepada pemerintah Panama untuk bisa terus membuka kantor di negara itu.
Selain itu di bawah kebijakan sociedad anonimas, perusahaan tidak perlu memiliki alamat fisik di Panama. Hal ini memungkinkan terbentuknya perusahaan cangkang atau perusahaan fiktif.
Di bawah undang-undang korporasi Panama, perusahaan di negara itu tidak perlu menyimpan catatan setiap transaksi. Jika pun memiliki catatan keuangan, mereka tidak diwajibkan memberikannya ke pemerintah negara lain dan bisa menyimpannya di luar Panama.
Menurut laporan ICIJ, Mossack Fonseca pindah ke Panama tahun 2005 setelah British Virgin Island memperketat peraturan soal bearer shares.
(den)