Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga antiperbudakan, Freedom Fund melaporkan bahwa semakin banyak anak-anak dari keluarga pengungsi Suriah di Libanon dipaksa bekerja dengan upah yang sedikit atau tidak dibayar sama sekali. Banyak di antara pengungsi yang hidup dalam kondisi berbahaya.
Dalam laporan Freedom Fund yang dirilis pada Selasa (12/4) disebutkan sekitar satu juta warga Suriah melarikan diri ke Libanon, seperempet dari jumlah populasi negara itu. Sebagian besar pengungsi tidak memiliki hak hukum untuk bekerja, dan terpaksa mencari cara membeli makanan, membayar sewa tempat tinggal dan akses kesehatan.
Menurut laporan lembaga itu, beberapa pengusaha Libanon lebih memilih untuk mempekerjakan anak-anak pengungsi karena upah mereka lebih murah ketimbang upah pekerja dewasa.
Laporan yang didasarkan pada sejumlah wawancara dengan pejabat setempat, pengungsi, lembaga internasional dan LSM lokal ini mengungkapkan bahwa pengungsi dewasa juga dimanfaatkan sebagai pekerja paksa dan rentan eksploitasi seksual.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Temuan kami menunjukkan bahwa (kerja paksa) menjadi semakin umum ketika pengungsi putus asa. Menurut dua orang yang diwawancarai, praktik kerja paksa sekarang begitu luas sehingga membentuk 'norma'," bunyi laporan tersebut.
Salah satu LSM yang diwawancarai dalam laporan ini memperkirakan bahwa antara 60 dan 70 persen dari anak-anak pengungsi kini bekerja.
Banyak di antaranya yang harus bekerja untuk mendapatkan upah yang sedikit atau tanpa bayaran sama sekali asal diizinkan tinggal di permukiman tenda informal. Koordinator kamp tenda, yang disebut "shawish," akan memberikan setumpuk pekerjaan kepada anak-anak pengungsi, biasanya membantu petani yang menyediakan lahan untuk para pengungsi tinggal.
"Hampir tidak mungkin bagi orang tua untuk menolak permintaan ini," bunyi laporan itu.
"Shawish" juga biasa menyewakan anak-anak pengungsi untuk para petani di dekatnya, untuk bekerja di restoran, toko-toko perbaikan mobil maupun usaha lainnya. Mereka dikenal memaksa anak-anak pengungsi untuk bekerja di perkotaan, menurut laporan Freedom Fund.
Hampir semua anak-anak pengungsi di bagian timur Lembah Bekaa, dekat perbatasan Suriah, bekerja di ladang di wilayah itu, yang banyak paparan pestisida berbahaya dan pupuk.
Sementara di perkotaan, anak-anak pengungsi bekerja di jalanan, mengemis, menjual bunga atau tisu, menyemir sepatu atau membersihkan kaca jendela mobil.
Mereka juga bekerja di pasar, pabrik, pabrik aluminium, toko, dalam konstruksi bangunan maupun jasa pengiriman.
Pada 2013, Libanon meluncurkan rencana nasional untuk menghapus bentuk-bentuk pekerja anak, termasuk di antaranya terhadap pengungsi anak Suriah yang akan diterapkan pada 2016.
Banyak organisasi di Libanon yang memberikan dukungan kepada pengungsi Suriah, tetapi upaya untuk mengekang perbudakan dan perdagangan manusia sering tidak terkoordinasi, terbatas dan tidak selalu menargetkan mereka yang paling berisiko, menurut laporan Freedom Fund.
"Tanpa intervensi yang signifikan dan tekad, situasi ini hanya memburuk selama ratusan ribu pengungsi berisiko mengalami eksploitasi ekstrem," kata CEO Freedom Fund, Nick Grono.
(ama)