Jakarta, CNN Indonesia -- Kekejaman ISIS bagi sebagian orang sudah kelewatan, bahkan oleh anggota militan sekalipun. Dua mantan anggota Taliban Afghanistan bahkan mengaku ngeri melihat cara ISIS mengeksekusi tahanan.
CNN, seperti yang diberitakan pada Selasa (12/4), mewawancarai dua orang anggota Taliban yang sempat bergabung dengan ISIS di timur Afghanistan. ISIS di Afghanistan disinyalir berkembang setelah banyak militan di negara itu berkunjung ke Pakistan dan berbaiat kepada Abu Bakar al-Baghdadi.
Kedua pria bernama Arabistan dan Zaitoun yang diwawancara
CNN atas bantuan badan intelijen Afghanistan, NDS, itu mengaku telah lama bergabung dengan Taliban. Keduanya masuk ISIS setelah pemimpin mereka berangkat ke Pakistan dan berbaiat setia kepada ISIS.
Keputusan ini belakangan membuat mereka menyesal. Keduanya menyadari bahwa agenda ISIS sebenarnya bukanlah membantu warga Afghanistan dan tindakan mereka jauh dari nilai-nilai Islami.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka suka memenggal kepala orang," kata Zaitoun.
"Mereka tahu mana orang yang kaya untuk diambil uangnya, dan orang miskin dipersenjatai untuk ikut berperang, atau dibunuh," tambah Arabistan.
Keduanya mengaku ngeri saat melihat adegan pemenggalan oleh ISIS. Hal ini yang akhirnya membuat mereka merasa bergabung dengan kelompok itu adalah sebuah kesalahan besar.
"Saya ingat ketika mereka memenggal tujuh orang di pasar, termasuk pada pegawai pemerintah dan anggota Taliban Pakistan," ujar Zaitoun.
"Saya melihat potongan kayu sepanjang lima meter sebagai alas pemenggalan, diselimuti darah. Mereka membuang mayatnya begitu saja, tanpa dikubur. Itu sangat tidak Islami."
Bagi Arabistan, kengerian terhadap ISIS sifatnya sangat pribadi.
"Kenangan terburuk saya adalah ketika tahu bahwa jika kau terbunuh dalam perang bersama mereka, istri dan anakmu tidak akan diserahkan kepada keluarga, tapi ditempatkan dalam kamp," kenang dia.
Kedua pria ini kini ikut dalam program NDS untuk mencegah warga lokal bergabung dengan ISIS. Menurut petinggi militer Amerika Serikat, ISIS bercokol di enam hingga tujuh distrik di Nangahar. Namun berkat serangan drone AS, jumlah mereka berkurang hingga hanya tinggal ada di tiga atau empat distrik.
Akibat serangan drone, pasukan ISIS kini mengarah ke Kunar. "Jadi jika mereka didesak di satu tempat, mereka akan pindah ke wilayah lain," kata Mayor Jenderal Jeff Buchanan, wakil kepala staf operasi AS di Afghanistan.
Kenangan akan kekejaman ISIS juga tertanam dalam benak warga biasa di Afghanistan. Paghman, warga distrik Achin, provinsi Nangarhar, tertembak di pinggangnya saat mencoba menyelamatkan istri dan enam anaknya ketika ISIS menyerang desa mereka.
Dia hampir saja tewas jika tidak berlindung di balik truk. Luka tembak itu kini membuatnya masih sering merasa sakit dan tidak mampu bekerja menafkahi keluarga.
"Saat ISIS datang ke desa kami, semua orang, termasuk pegawai pemerintah dan pasukan keamanan kabur," kata Paghman.
"Tentara ISIS akan membunuh semua yang tertangkap dan mereka membakar rumah-rumah. Mereka membakar rumah saya juga."
Kekejaman ISIS juga disampaikan oleh warga lainnya, Rustam. Paman Rustam adalah satu dari delapan orang yang dieksekusi mati oleh ISIS dalam video eksekusi pertama mereka di Afghanistan.
Dalam video itu, para korban ISIS diminta berlutut di atas peledak yang ditanam di tanah. Mereka dipaksa menyampaikan kalimat di depan kamera, paman Rustam yang berbicara pertama, lalu ledakan membunuh mereka semua.
"Saudara saya memanggil ayah saya, memberitahu video itu ada di Facebook," kata Rustam.
"Kami tidak bisa mengubur dia, karena tidak memiliki mayatnya. Sisa-sisa tubuhnya mungkin masih ada di tempat dia diledakkan," lanjut dia.
(stu)