Jakarta, CNN Indonesia -- Program Pangan Dunia PBB (WFP) melaporkan, sekitar 5,3 juta orang di Sudan Selatan menderita kekurangan makanan, dan angka ini naik dua kali lipat dalam tiga bulan pertama tahun ini.
Badan ini menyebutkan, dari Januari sampai Maret, sebanyak 2,8 juta orang masuk dalam kategori "krisis" atau "darurat" situasi pangan, dan sekitar 40 ribu lainnya menderita kelaparan.
“Analisis keamanan pangan dalam negeri memperlihatkan bahwa pada 2016 Sudan Selatan akan mengalami musim kekurangan pangan terburuk sejak merdeka. Hal ini disebabkan oleh keadaan keamanan yang buruk, gagal panen dan pengungsi di beberapa wilayah,” tulis laporan WFP yang diterbitkan Senin (9/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Hingga 5,3 orang akan menghadapi kesulitan memperoleh pangan, dan daerah-daerah yang paling dikhawatirkan adalah di wilayah Bahr el Ghazal dan Equatoria Timur yang tidak dilanda konflik.
Sebelumnya WFP mengatakan, di musim gagal panen 2015 sekitar 4,6 juta orang masuk dalam kategori “kekurangan pangan”.
Peningkatan jumlah warga yang terkena krisis kelaparan ini terjadi ketika terjadi upaya menyelesaikan perang yang telah terjadi lebih dari dua tahun. Perang ini pecah pada Desember 2013 ketika Presiden Salva Kiir memecat wakil presiden Riek Machar yang menyulut kekerasan antar etnis.
Meski pertempuran terus terjadi di beberapa tempat, Presiden Kiir berhasil membentuk kabinet baru pada akhir April setelah Machar kembali menjabat sebagi wakil presiden. Diantara anggota kabinet baru ini ada mantan pemberontak dan kubu oposisi.
PBB mengatakan sekitar 1,69 juta warga Sudan Selatan mengungsi dari negara dan sebanyak 712 ribu lainnya melarikan diri ke negara-negara tetangga. Perencanaan kemanuasiaan PBB untuk Sudan Selatan menerima sekitar 27 persen dari US$1,29 miliar yang dibutuhkan.