Jakarta, CNN Indonesia -- Firma hukum di Australia, mewakili keluarga korban pesawat Malaysia Airlines MH17, mengajukan klaim kompensasi terhadap Rusia dan Presiden Vladimir Putin di Pengadilan HAM Eropa atas insiden jatuhnya di Ukraina pada 12 Juli 2014 lalu.
Pesawat yang membawa 298 penumpang dan awak itu diduga ditembak jatuh oleh pemberontak pro-Rusia di perbatasan Ukraina. Sebanyak 28 di antara korban tewas merupakan wafra Australia.
Hasil penyelidikan insiden, yang dilakukan oleh Dewan Keselamatan Belanda, menyimpulkan pada akhir tahun lalu bahwa pesawat ini jatuh ditembak menggunkana rudal darat-ke-udara buatan Rusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, laporan Dewan Keselamatan Belanda tidak menyebutkan bahwa rudal itu diluncurkan oleh pemberontak pro-Rusia.
Media Australia,
Fairfax, melaporkan pada Sabtu (22/5) bahwa firma hukum Sydney, LHD Lawyers, mewakili 33 keluarga terdekat korban yang berasal dari Australia, Selandia Baru dan Malaysia.
Klaim kompensasi ini diajukan pada 9 Mei 2016 dan mencantumkan Federasi Rusia dan Putyin sebagai responden. Klaim ini menuntut kompenasi sebesar US$10 juta atau sekitar Rp133 miliar per penumpang.
"Sejauh ini kami tidak memiliki (informasi soal hal tersebut)," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, kepada kantor berita
Interfax, ketika dimintai komentar terkait klaim kompensasi itu.
Terlepas soal kompensasi, pemerintah Malaysia, Belanda, Australia, Belgia dan Ukraina tengah berupaya menyeret pelaku penembakan pesawat itu ke pengadilan. Kelima negara ini mencoba mengajukan tuntutan hukum di pengadilan internasional dan nasional, utamanya setelah Rusia memveto opsi PBB pada Juli 2015 untuk menggelar pengadilan.
Pesawat Malaysia Airlines MH17 ditembak jatuh ketika pertempuran berkecamuk di Ukraina timur antara separatis yang didukung Rusia dan pasukan pemerintah Ukraina. Para pakar menduga pesawat itu ditembak jatuh oleh para pemberontak.
(ama)