Aung San Suu Kyi Haramkan Kata 'Rohingya' saat Bertemu PBB

Denny Armandhanu | CNN Indonesia
Rabu, 22 Jun 2016 19:47 WIB
Pemimpin politik Myanmar Aung San Suu Kyi mengharamkan penggunaan kata "Rohingya" saat bertemu pelapor khusus HAM PBB pekan ini.
Pemimpin politik Myanmar Aung San Suu Kyi mengharamkan penggunaan kata
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemimpin politik Myanmar Aung San Suu Kyi mengharamkan penggunaan kata "Rohingya" saat bertemu pelapor khusus HAM PBB pekan ini. Bocoran surat rahasia pemerintah juga menyebutkan larangan penggunaan kata Rohingya oleh para pejabat saat kunjungan PBB.

Diberitakan Reuters, Suu Kyi dalam pernyataannya kepada pelapor khusus PBB mengatakan pemerintahnya tidak akan menggunakan kata "Rohingya" dan menggantinya dengan "masyarakat penganut Islam di Rakhine."

"Dalam pertemuan pagi ini, menteri luar negeri kami, Daw Aung San Suu Kyi menjelaskan posisi dalam isu ini bahwa istilah kontroversial itu harus dihindari," kata Aung Lin, juru bicara Kementerian Luar Negeri Myanmar, dikutip Reuters.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedatangan pelapor khusus PBB pada Senin lalu adalah untuk mendesak Myanmar memperbaiki kesejahteraan dan memberi perlindungan bagi 1,1 juta masyarakat Muslim Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan, terdiskriminasi serta kerap menjadi sasaran kekerasan.

Pada Selasa (21/6), media mendapatkan bocoran surat imbauan pemerintah bagi para pegawai negeri. Dalam surat itu dikatakan bahwa penggunaan kata "Rohingya" dan "Bengali"-nama lain Rohingya- dilarang.

"Sebagai gantinya gunakan kata 'masyarakat penganut Islam di negara bagian Rakhine'," bunyi surat tertanggal 16 juni dan berlabel "rahasia" itu.

Pemerintah Myanmar tidak mengakui kewarganegaraan Rohingya kendati telah tinggal beberapa generasi di negara itu. Masyarakat Rohingya dianggap pendatang ilegal dari Bangladesh, sehingga tidak layak dianggap warga negara.

Komisi Tinggi PBB untuk HAM Zeid Ra’ad Al Hussein mengatakan masyarakat Rohingya didiskriminasi, tidak bisa mendapat pekerjaan dan butuh dokumen khusus untuk berobat ke rumah sakit, mengakibatkan meningkatnya kematian bayi akibat ibunya terlambat ditangani.

Menurut Zeid, Rohingya telah lama jadi sasaran kekerasan dan menjadi korban kejahatan terhadap kemanusiaan yang serius dan sistematis.

Masih ada sekitar 120 ribu Rohingya tinggal di kamp pengungsi sejak konflik di Rakhine pecah antara warga Buddha dan Muslim pada 2012. Ribuan warga Rohingya juga kabur dari kemiskinan dan hukuman.

"Pemerintah baru Myanmar mewarisi situasi di mana hukum dan kebijakan yang ada dirancang untuk menolak hak-hak dasar kaum minoritas, dan impunitas atas pelanggaran serius terhadap komunitas itu [Rohingya] telah memicu kekerasan lebih lanjut," kata Zeid.

Suu Kyi, peraih Nobel Perdamaian yang dianggap sebagai tokoh demokrasi Myanmar, kini dikecam karena sikapnya yang bermusuhan terhadap Rohingya dan tidak adanya langkah pasti dari pemerintahan baru soal etnis minoritas ini. (den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER