Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi meyakini bahwa transisi pemerintahan di Filipina tak akan menghambat upaya pembebasan tujuh anak buah kapal warga negara Indonesia yang disandera oleh kelompok bersenjata Filipina sejak 20 Juni lalu.
"Komunikasi akan terus dijalankan dengan pemerintahan baru yang akan mulai mengambil alih pemerintahan pada 30 Juni. Pergantian pemerintahan di Filipina diyakini tidak akan menghambat penyelamatan sandera," ujar Retno dalam jumpa pers di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Selasa (28/6).
Retno bahkan berencana bertemu dengan menteri luar negeri Filipina yang baru untuk membahas upaya penyelamatan WNI segera setelah pemerintahan baru Filipina resmi terbentuk pada 30 Juni mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di masa transisi ini, komunikasi antara pemerintah Filipina dan Indonesia pun terjalin dengan baik. Dari komunikasi dengan berbagai pihak di Filipina, pemerintah Indonesia mendapatkan kepastian bahwa sandera WNI dalam keadaan baik dan sudah bersama dalam satu kelompok.
Sebelumnya, Retno mengatakan bahwa ketujuh ABK tugboat Charles 001 dan Robby 152 itu disandera dalam dua tahap oleh dua kelompok berbeda pada 20 Juni lalu di Laut Sulu saat sedang menempuh perjalanan dari Tagoloan Cagayan, Mindanao, menuju Samarinda.
Saat itu, kapal membawa 13 ABK. Menurut juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir, pada tahap pertama, hanya tiga ABK yang disandera. Lalu pada tahap kedua, empat ABK juga disandera, sementara enam ABK lainnya berhasil lolos.
Membahas penyanderaan ini, Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu sudah mengadakan pertemuan dengan pihak Filipina pada Minggu (26/6).
"Dua hal yang dibahas adalah kerja sama penyelamatan sandera dan mencegah terjadinya penyanderaan kembali," ucap Retno.
Pihak Kemlu sudah mengirimkan diplomatnya ke Davao untuk menghimpun informasi lebih banyak dan kemungkinan langkah yang dapat diambil dengan berbagai elemen di Filipina, termasuk pemerintah.
Meskipun baru dilantik pada 30 Juni mendatang, presiden terpilih Filipina, Rodrigo Duterte, sudah bertekad untuk menghadapi langsung kelompok militan Abu Sayyaf yang kerap menyandera demi mendapatkan tebusan.
"Akan ada waktunya ketika saya akan harus berkonfrontasi dengan Abu Sayyaf. Penculikan ini harus dihentikan," ujar Duterte seperti dikutip
Reuters, Jumat (24/6).
Pernyataan ini dilontarkan setelah Duterte bertemu dengan satu warganya yang baru saja dibebaskan dari penyanderaan Abu Sayyaf setelah sembilan bulan disekap.
Tak hanya warga Filipina, Abu Sayyaf juga kerap menyekap warga asing demi uang tebusan, termasuk dari Malaysia, Kanada, dan Norwegia.
(ama)