Bocoran Dokumen Ungkap Pelecehan Anak di Kamp Pengungsi Nauru

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Rabu, 10 Agu 2016 17:07 WIB
Lebih 2.000 dokumen bocor ke publik menggambarkan berbagai kekerasan dan pelecehan terhadap pengungsi anak dalam pusat detensi pengungsi Australia di Nauru.
Lebih 2.000 dokumen bocor ke publik menggambarkan berbagai kekerasan dan pelecehan terhadap pengungsi anak dalam pusat detensi pengungsi Australia di Nauru. (Dok. CNN.com)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lebih dari 2.000 dokumen bocor ke publik pada pekan ini, menggambarkan berbagai trauma berat dan pelecehan yang dialami anak-anak pengungsi di pusat penahanan pengungsi Australia di Nauru, negara terpencil di kawasan Samudera Pasifik. 

Bocoran dokumen sepanjang lebih dari 8.000 halaman yang dipublikasikan oleh The Guardian pada Rabu (10/8) menggambarkan berbagai serangan, pelecehan seksual baik kepada wanita maupun anak-anak, upaya menyakiti diri sendiri, dan sulitnya kondisi hidup yang dialami oleh para pencari suaka. 

Sebanyak 1.086 dari total 2.116 dokumen yang tercatat dari Mei 2013 hingga Oktober 2015 mengungkapkan berbagai insiden yang melibatkan anak-anak, meski populasi anak-anak sendiri di pusat penahanan itu hanya 18 persen. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari publikasi The Guardian, terlihat laporan penyiksan terjadi hampir setiap hari dan menunjukkan rasa keputusasaan para pengungsi dalam tempat penampungan tersebut.

Laporan penyiksaan beragam, mulai dari petugas yang mengancam akan membunuh seorang pengungsi anak laki-laki ketika pengajuan suakanya diterima, hingga seorang penjaga yang diduga dengan sengaja menampar wajah seorang pengungsi anak. 

Pada September 2014, seorang guru melaporkan bahwa seorang asisten wanitanya menangis dan bercerita bahwa ketika ia meminta memperpanjang waktu mandinya, dari dua menit menjadi empat menit, seorang petugas meminta imbalan seksual, yakni menontonnya sedang mandi. 

Dalam dokumen itu terdapat tujuh laporan kekerasan seksual anak-anak, 59 laporan serangan terhadap anak-anak, 30 pengungsi anak yang menyakiti diri mereka sendiri dan 159 anak yang mengancam akan menyakiti diri mereka sendiri. 

Laporan ini juga mengungkapkan dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh para penjaga dari Wilson Security, perusahaan penyedia layanan kemanan dari Australia. Dalam satu laporan, seorang penasihat keamanan untuk Wilson Security diduga menyatakan kepada seorang pencari suaka yang mengalami pemerkosaan bahwa "pemerkosaan di Australia sangat umum dan pelakunya tidak dihukum."
Selain itu, laporan lainnya juga menyebutkan bahwa seorang pengungsi wanita mengancam akan menyakiti dirinya sendiri karena "tidak ingin pria menyentuh tubuhnya."

Louise Newman, seorang profesor dan mantan anggota Kelompok Penasihat Imigrasi Kesehatan, menyatakan bahwa berbagai serangan di kamp itu terus berlanjut "setiap malam." 

"Saya bisa mengatakan serangan seksual terhadap perempuan adalah masalah besar pada Nauru. Beberapa deskripsi dari pengungsi perempuan tentang apa yang terjadi kepada mereka sangat mengkhawatirkan, dan tidak mendapat perhatian," katanya. 

"Ini bukan hanya satu insiden," ujar Newman. 

Kesehatan mental

Pakar kesehatan dan medis telah secara konsisten memperingatkan penahanan yang berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan mental. 

Beberapa laporan lain berisi berisi contoh menyedihkan perilaku anak-anak yang mengalami trauma. Menurut laporan pada September 2014, seorang gadis dilaporkan menjahit bibirnya sendiri. Seorang penjaga yang melihatnya kemudian menceritakan hal ini kepada rekannya, dan mereka menertawakan sang gadis. 
Pada Juli 2014, seorang anak perempuan di bawah usia 10 tahun membuka seluruh bajunya dan mengundang sekelompok orang dewasa untuk memasukkan jari mereka ke dalam kemaluannya. Selain itu, seorang pengungsi pria juga pernah bertanya kepada petugas sosial di mana ia bisa membeli peluru, sehingga ia bisa meminta orang lain untuk menembaknya hingga tewas. 

"Upaya menyakiti diri dan bunuh diri terus meningkat setelah enam bulan berada dalam pusat penahanan. Hal ini didorong oleh keputusasaan, faktor kuat untuk bunuh diri," kata Peter Young, mantan direktur medis dari layanan kesehatan mental untuk sistem penahanan imigrasi Australia. 

"Beberapa [pengungsi] menyakiti diri sendiri, seperti menjahit bibir, umum terjadi di pusat penahanan sebagai ungkapan perasaan tak berdaya," ujarnya. 

Laporan ini bocor menyusul terungkapnya penyiksaan remaja aborigin di pusat detensi di Teritori Utara pada akhir Juli lalu. Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull, mengumumkan penyelidikan luas terhadap kasus ini.

Nauru merupakan negara pulau terkecil di dunia dengan penduduk kurang dari 10 ribu jiwa. Pusat penahanan pengungsi di Nauru adalah salah satu dari dua tempat penampungan yang dikelola oleh pemerintah Australia. Penampungan lainnya terletak di Pulau Manus, Papua Nugini. Keduanya menampung sementara pengungsi yang ingin memasuki Australia hingga ditentukan suaka mereka ditolak atau diterima. 

Menurut data perhitungan terakhir pada Juni 2016, terdapat sebanyak 442 pengungsi di Nauru dengan rincian 338 pria, 55 wanita dan 49 anak-anak. Sementara di Manus, terdapat 854 pengungsi, seluruhnya pria. 

Bocoran dokumen ini memicu pertanyaan soal pengelolaan tempat penahanan pengungsi oleh pemerintah Australia. Dalam laporannya, The Guardian memberi alasan di balik publikasi ribuan dokumen yang bocor ini. "Karena kami percaya warga Australia memiliki hak untuk tahu lebih banyak soal kondisi di pusat [penampungan] di Nauru dan Manus, yang dananya diambil dari pajak mereka sebesar AUS$1,2 miliar per tahun." (ama/den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER