Lacak Aliran Dana Teroris, Australia Bentuk Unit Intel Siber

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Selasa, 09 Agu 2016 10:10 WIB
Australia mendirikan unit intelijen siber untuk mengidentifikasi pendanaan terorisme, pencucian uang dan berbagai tindak penipuan keuangan secara daring.
Ilustrasi pendanaan terorisme secara daring. (CNN Indonesia/Laudy Gracivia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Australia mendirikan unit intelijen siber untuk mengidentifikasi pendanaan terorisme, pencucian uang dan berbagai tindak penipuan keuangan secara daring. Langkah ini dilakukan Australia karena terdapat berbagai ancaman terhadap keamanan nasional yang "belum pernah terjadi sebelumnya."

Langkah ini didukung penuh oleh Perdana Menteri Malcolm Turnbull yang menang tipis dalam pemilihan ulang bulan lalu. Dalam kampanyenya, Turnbull berjanji meningkatkan keamanan siber Australia dan mengubah kondisi ekonomi negaranya menjadi pusat bisnis teknologi.

Menteri Kehakiman Australia Michael Keenan menyatakan bahwa unit intelijen yang baru ini dibentuk di bawah badan pelacakan uang Pusat Analisis dan Pelaporan Transaksi Australia (AUSTRAC) untuk menyelidiki kerangka pembayaran daring dan keuangan siber demi memberantas tindak pencucian uang dan jaringan kriminal daring.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita tahu bahwa penggunaan identitas palsu terus menjadi kunci tindak kejahatan serius dan terorganisir dan terorisme," bunyi pernyataan resmi dari Keenan yang dirilis pada Selasa (9/8), dikutip dari Reuters.

Pernyataan juga menyebutkan bahwa unit AUSTRAC yang baru akan bekerja dengan lembaga pengawas identitas yang didanai pemerintah Australia dan Selandia Baru, ID Care, untuk memberantas praktik penipuan rekrutmen pekerjaan yang kerap kali digunakan oleh sindikat kejahatan untuk merekrut warga tak bersalah untung mengirimkan uang lintas negara.

Keenan memaparkan bahwa unit baru ini juga akan bekerja sama dengan Jaringan Pelaporan Daring Kejahatan Siber Australia untuk mengidentifikasi pola dan tren yang bisa menunjukkan penipuan keuangan skala besar atau metodologi yang mereka gunakan.

Reuters sebelumnya melaporkan bahwa keputusan sejumlah bank besar Australia untuk berhenti melayani transaksi remitansi, atau pengiriman uang antar negara, telah mendorong praktik semacam ini dilakukan secara ilegal yang sulit dilacak oleh pihak berwenang.

Februari lalu, sejumlah peretas tak dikenal mencoba mencuri hampir US$1 miliar dari rekening bank sentral Bangladesh di Federal Reserve Bank of New York, dan berhasil mentransfer US$81 juta untuk empat rekening di RCBC di Manila, Filipina. (ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER