Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah anggota senator Filipina meragukan seseorang yang mengaku sebagai pembunuh bayaran, pada Jumat (16/9), setelah dia memberikan kesaksian bahwa Presiden Rodrigo Duterte pernah memerintahkan pembunuhan selama dua dasawarsa saat menjadi Wali Kota Davao.
Edgar Matobato, pria berusia 57 tahun yang bersaksi, dengan sukarela tampil dalam sesi dengar pendapat di Senat yang disiarkan stasiun televisi Filipina, Kamis (15/9).
Dalam sesi tersebut, Matobato mengatakan kepada majelis investigasi bahwa saat menjadi wali kota, Duterte juga pernah menghujani tubuh seorang pria dengan senjata mesin ringan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Duterte belum memberikan komentar atas kesaksian pria tersebut, namun pejabat dan sekutu politiknya mengatakan tuduhan tersebut tidak berdasar.
Kesaksian Matobato langsung menjadi topik hangat di media sosial dan stasiun radio Filipina, Jumat (16/9).
Matobato mengaku sebagai anggota Pasukan Pembunuh Davao, yang membunuh ratusan orang tersangka pelaku kejahatan layaknya memotong ayam; memotong jasadnya dan menjadikannya sebagai mangsa buaya.
Panfilo Lacson, Aquilino Pimentel, dan Alam Peter Cayetano di antara sejumlah anggota senator, mengatakan bahwa kesaksian tersebut tidak berdasar.
"Banyak kesalahan dalam kesaksiannya," kata Lacson.
"Seperti baseball, saya hitung kesalahannya (
strike out)," katanya menambahkan.
Duterte menang dalam pemilihan umum pada bulan Mei dan berjanji menyapu bersih narkoba dan pengedarnya. Sejak menjabat pada bulan Juni, sekitar 2.500 orang tewas dalam aksinya memerangi narkoba.
Sejumlah 900 orang tewas dalam operasi polisi dan sisanya oleh pihak berwenang, dianggap tewas saat dalam pemeriksaan, yang oleh sejumlah aktivis hak asasi manusia dianggap sebagai eufimisme, atas tindakan main hakim sendiri dan pembunuhan di luar peradilan.
Kepala Kepolisian Nasional Filipina Ronald Dela Rosa juga menyebut kesaksian Matobato tak berdasar dan menyatakan bahwa tidak pernah ada regu pembunuh di Davao.
Dia juga menganggap kampanye antinarkoba Duterte telah memutus suplai narkoba sebanyak 80-90 persen, dan polisi menghilangkan ketakutan terhadap kejahatan untuk warga negaranya.
Setelah memberikan kesaksian, keberadaan Matobato belum lagi diketahui.
Pimpinan Senat menolak permintaan Leila de Lima, anggota senator wanita yang mengkritik pemberantasan narkoba ala Duterte.
De Lima menganggap bahwa testimoni Matobato memperlihatkan pola yang jelas, atas ratusan orang terbunuh dalam kampanye Duterte hingga lebih dari 1.000 orang terbunuh secara misterius, sebagaimana aktivis HAM mendokumentasikan Davao periode 1988-2013.
De Lima mengakui Matobato mungkin saja salah ucap, namun ia mengaku percaya dengan kesaksiannya.
Namun, beberapa senator mempertanyakan mengapa saat de Lima masih menjabat Menteri Kehakiman pada 2014 dan Matobato dalam kesaksiannya meminta perlindungan, de Lima tidak mengajukan gugatan terhadap Duterte.
Duterte telah melancarkan serangan verbal terhadap de Lima, dengan menuduhnya mendapat gaji dari geng narkoba, yang semuanya ditampiknya.