Jakarta, CNN Indonesia -- Rangkaian bentrokan kembali terjadi antara pasukan militer Myanmar dengan sekelompok Muslim Rohingya di utara Rakhine pada akhir pekan lalu, menewaskan setidaknya 28 warga Muslim Rohingya serta dua tentara Myanmar.
Bentrokan ini menjadi aksi kekerasan terparah sejak bentrokan antara kedua belah pihak kembali memanas pada bulan lalu.
Berdasarkan laporan surat kabar Myanmar,
Global New Light of Myanmar, rangkaian bentrokan kuat ini bermula pada Sabtu (12/11) lalu, ketika militer melakukan operasi pembersihan di Rakhine. Dalam bentrokan tersebut, 19 warga Rohingya tewas terbunuh oleh militer. Pihak militer Myanmar menuding, kaum Rohingya yang menyerang mereka terlebih dulu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Minggu (13/11), militer Myanmar terus memperkuat pengamanan dalam operasi pembersihan di wilayah perbatasan Myanmar dan Bangladesh itu. Operasi tersebut kembali memakan enam nyawa warga Rohingya, sementara tiga jenazah yang diduga merupakan pelaku penyerangan ditemukan tak jauh dari daerah zona operasi militer Myanmar tersebut.
Penduduk dan para aktivis HAM menduga, pasukan keamanan Myanmar telah melakukan eksekusi, pemerkosaan, dan pembakaran rumah warga. Dugaan ini diperkuat dengan citra satelit yang menunjukan kerusakan yang meluas di desa-desa etnis Rohingya, termasuk pembakaran sekitar 430 rumah warga.
Namun, pemerintah Myanmar menepis tuduhan itu, dengan mengatakan pemerintah melakukan "operasi pembersihan" di desa-desa, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di Myanmar. Otoritas Myanmar menuding "pelaku penyerangan yang merupakan warga Rohingya" sebagai pelaku pembakaran rumah-rumah tersebut.
Menurut berbagai pengamat dan diplomat, bentrokan pada akhir pekan lalu itu memupus harapan percepatan resolusi dan pemulihan hubungan secara bertahap antara etnis Muslim Rohingya dan kaum Budha Myanmar secara menyeluruh.
Bentrokan antara militer Myanmar dan kaum Rohingya memanas sejak 9 Oktober lalu, ketika tentara melakukan gempuran di utara Rakhine. Dalam insiden itu, sembilan polisi tewas, satu hilang dan lima lainnya terluka.
Puluhan senjata dan lebih dari 10 ribu amunisi juga dicuri dari polisi perbatasan. Otoritas Myanmar meyakini, penyerangan itu dilakukan oleh warga Muslim Rohingya yang berdomisili di Rakhine.
Bentrokan besar antar warga Muslim Rohingya dan etnis Rakhine Buddha sebelumnya juga pernah terjadi pada 2012 lalu.
Selama ini, sebagian besar dari 1,1 juta total populasi Muslim Rohingya di Myanmar tidak memiliki kewarganegaraan dan hidup dalam diskriminasi. Mereka ditolak karena dianggap pendatang dari Bangladesh. Rohingya sendiri merasa sudah menjadi bagian dari Myanmar karena mereka telah melahirkan beberapa generasi di sana.
Bentrokan semacam ini kerap terjadi, menyebabkan hampir 140 ribu orang kaum Rohingya mengungsi dan mencari suaka di negara lain.
Kaum Rohingya sempat mendapatkan angin segar setelah Aung San Suu Kyi menjadi pemimpin de facto Myanmar. Meskipun sempat dikritik lantaran tak pernah menyinggung masalah Rohingya dalam kampanyenya, ia langsung membentuk komite rekonsiliasi di Rakhine dengan menunjuk mantan Sekjen PBB, Kofi Annan, sebagai ketua.
Suu Kyi kemudian membahas masalah Rohingya di Sidang Majelis Umum PBB. Karena perhatian dari Suu Kyi ini, Presiden AS, Barack Obama, memutuskan untuk mencabut sebagian sanksi atas Myanmar.
(has)