Jakarta, CNN Indonesia -- Untuk kelima kalinya dalam sejarah, Amerika Serikat kembali memilih presiden yang sebenarnya kalah dalam perolehan suara pemilihan umum secara keseluruhan.
Dalam penghitungan suara populer atau
popular votes terakhir, presiden terpilih, Donald Trump, terpantau meraup suara lebih sedikit ketimbang rivalnya, Hillary Clinton.
Mengutip data
Cook Political, penghitungan suara terakhir menunjukkan bahwa secara keseluruhan, Clinton berhasil meraup dukungan dari 63.757.077 pemilih, sementara Trump jauh tertinggal dengan angka 62.004.178.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Trump tetap dinyatakan memenangkan pemilu yang digelar pada 8 November lalu. Pasalnya, Trump berhasil meraih
electoral votes yang lebih banyak ketimbang Clinton.
Warga AS memang memilih capres unggulan mereka dalam pemilu. Namun sejatinya, hasil pemilu akan menentukan jumlah pemilih yang akan maju lagi ke tahap terakhir, yaitu Electoral College.
AS memiliki 50 negara bagian, masing-masing akan menyumbangkan jumlah
electoral votes yang berbeda, sesuai dengan jumlah pemilih di daerah tersebut.
Electoral College sendiri terdiri dari 538
electoral votes yang diperebutkan. Calon presiden yang mendapatkan mayoritas 270
electoral votes dalam pemilu akan keluar sebagai pemenang.
Dengan demikian, peraih suara terbanyak secara keseluruhan tetap akan kalah jika ia tak mendapatkan
electoral votes lebih banyak ketimbang rivalnya, layaknya yang terjadi pada Clinton.
Pasalnya, hanya dengan kemenangan tipis di sejumlah negara bagian yang akan menyumbangkan
electoral votes besar, dapat membawa dampak signifikan pada perolehan di Electoral College nantinya.
Seperti diberitakan
TIME, fakta ini membuat wacana untuk melakukan amandemen konstitusi guna menghapuskan Electoral College dari pemilu kembali mencuat.
Sebuah petisi untuk menghapuskan Electoral College yang digalang di
Moveon.org pun kini dilaporkan sudah mendapatkan 572 ribu tanda tangan.
Namun, beberapa ahli strategi menganggap gagasan ini juga akan berdampak buruk karena dengan dihapuskannya Electoral College, metode kampanye capres akan berbeda.
Capres diduga hanya akan melakukan kampanye besar di media-media ternama agar dikenal. Tak lagi menyambangi daerah-daerah pinggiran yang mungkin masih menjadi prioritas jika dilihat dari potensi
electoral votes yang akan disumbangkan.
(has)