Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok pengawas hak asasi manusia independen Filipina akan menyelidiki penyataan Presiden Rodrigo Duterte yang mengaku telah membunuh tiga pelaku tindak kriminal beberapa tahun lalu. Langkah ini dilakukan setelah kepala komisi HAM PBB menyerukan penyelidikan serupa.
Duterte pekan lalu mengakui bahwa dia membantu polisi membunuh tiga tersangka penculikan pada periode awal masa jabatannya sebagai Wali Kota Davao di Filipina Selatan. Pengakuan itu semakin memicu pertanyaan publik soal penerapan HAM di Filipina, di tengah maraknya pembunuhan di luar hukum terhadap pengedar dan pemakai narkoba sejak Duterte dilantik sebagai presiden.
Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Jose Gascon menyatakan ia telah membentuk tim penyelidik untuk menginvestigasi masalah ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lembaga penegak hukum ... harus menyelidiki informasi yang menunjukkan bahwa kejahatan mungkin telah dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa pelaku akhirnya bertanggung jawab, jika ada bukti soal itu," bunyi pernyataan dari Gascon yang dikutip
AFP, Kamis (21/12).
Di Filipina, Komisi HAM merupakan lembaga pemerintah yang independen dan berfokus untuk menuntut para penegak hukum atau pejabat lain yang melakukan penyiksaan, pembunuhan di luar hukum atau melanggar hak-hak konstitusional warga Filipina.
Komisi ini telah menyelidiki Duterte, saat ia masih menjabat sebagai Wali Kota Davao, atas tuduhan membentuk tim algojo yang menewaskan lebih dari seribu kriminal di kota itu.
Duterte kerap meluncurkan komentar berbeda terkait tuduhan itu. Di beberapa kesempatan, ia sempat membantah tudingan itu, namun di kesempatan lain membenarkannya. Komisi HAM tidak mengajukan tuntutan pidana terhadap Duterte setelah menyelesaikan penyelidikannya.
Gascon mengatakan pihaknya telah "membentuk kembali tim untuk menyelidiki lebih lanjut (tim algojo itu) dalam kaitannya dengan pengakuan terbaru dan keterangan publik, yang mungkin dapat membantu penyelidikan kami."
"Tim akan menyelidiki lebih lanjut pembunuhan di Davao yang sebelumnya menjadi subyek investigasi kami," ujarnya.
Pada Selasa (20/12), Kepala HAM PBB Zeid Ra'ad Al Hussein menyatakan bahwa pembunuhan Duterte ini, menurut pengakuannya sendiri, "jelas merupakan kejahatan pembunuhan" dan pengadilan di Filipina harus meluncurkan investigasi.
Juru bicara Duterte ini Ernesto Abella pada Rabu (21/12) menyebut seruan PBB tersebut sebagai "opini" belaka. Ia menegaskan bahwa pembunuhan itu merupakan "aksi polisi yang sesuai hukum." Meski demikian, Abella tidak menyinggung bahwa saat itu Duterte menjabat sebagai Wali Kota Davao, bukan polisi.
Lebih dari 5.300 orang di Filipina telah tewas sejak Duterte dilantik sebagai presiden pada 30 Juni lalu, sekitar 2.124 di antaranya tewas di tangan polisi. Komisi HAM mengungkapkan mereka tengah menyelidiki beberapa kasus pembunuhan di tangan polisi.
Duterte menegaskan polisi tidak melanggar hukum apapun ketika membunuh tersangka narkoba.
Pria berusia 71 tahun ini juga menyatakan bahwa dia secara rutin membawa senjata pada periode awal jabatannya sebagai Wali Kota Davao. Ia tidak memastikan apakah senjata yang dibawanya berlisensi.
(aal)