Jakarta, CNN Indonesia -- Kandidat Direktur Pusat Intelijen Amerika Serikat (CIA) pilihan Donald Trump, Mike Pompeo, menegaskan kembali bahwa Rusia memang melakukan peretasan untuk memengaruhi hasil pemilihan umum tahun lalu.
Laporan yang sudah diserahkan kepada Presiden Barack Obama dan Trump pada pekan lalu ini menyimpulkan bahwa Rusia meretas pemilu AS untuk membantu memenangkan Trump.
"Mengenai laporan [CIA] ini, cukup jelas dijabarkan keterlibatan Rusia yang berupaya meretas sejumlah informasi yang berdampak pada demokrasi Amerika. Tindakan ini merupakan langkah agresif yang diambil oleh pejabat tinggi negara itu," ujar Pompeo dalam sidang uji kelayakan di hadapan Senat AS, Kamis (12/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan ini bertolak belakang dengan sikap Trump yang selama ini mengatakan bahwa klaim peretasan itu tak berdasar.
Perdebatan antara intelijen AS dan Trump ini sempat menimbulkan pertanyaan mengenai keberpihakan CIA.
Namun, Pompeo memastikan bahwa di tangannya, CIA akan menerapkan kebijakan dan analisis yang akurat, tepat, dan jernih tanpa terpengaruh situasi politik.
Pompeo mengatakan, perdebatan semacam ini justru dapat dimanfaatkan oleh Rusia. Melihat gerak-gerik Moskow ini, Pompeo mengatakan bahwa Rusia merupakan ancaman paling rumit bagi negaranya saat ini.
"[Rusia] merupakan ancaman paling rumit AS jika kita lihat apa yang telah dilakukannya belakangan ini terhadap AS. Ancaman global lainnya termasuk pengaruh Iran di Timur Tengah, pendudukan ISIS, dan konflik di Suriah," tutur Pompeo seperti dikutip
CNN, Kamis (12/1).
Tak hanya itu, alumni Sekolah Hukum Harvard itu menganggap Rusia dan China sebagai "musuh pintar" Washington dalam dunia siber dan menyatakan, "CIA harus berada di garda terdepan dalam menghadapi ancaman keamanan siber ini yang telah banyak merugikan AS."
Selain masalah dengan Rusia, Senat AS juga mempertanyakan sikap Pompeo mengenai gagasan Trump untuk memberlakukan kembali teknik interogasi penyiksaan dalam proses penyelidikan kasus terorisme.
Pasalnya, sebelumnya Pompeo sempat menyatakan dukungannya terhadap gagasan Trump selama masa kampanye tersebut.
Namun dalam uji kelayakan ini, Pompeo berjanji tidak akan menerapkan teknik interogasi menyiksa meskipun jika Trump sudah memerintahkan langsung.
"Sama sekali tidak [akan menerapkan]. Saya tidak dapat membayangkan jika Presiden Trump meminta saya melakukan itu," ujarnya.