Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Donald Trump tidak membuang waktu untuk melaksanakan programnya sebagai pemimpin tertinggi AS, tetapi tidak banyak negara yang mengawasi langkahnya dengan seksama seperti China.
Sejak terpilih pada November, Presiden Donald Trump mengeluarkan pernyataan yang menantang China seperti: penguatan militer di Laut China Selatan, mengkritik kebijakan mata uang dan perdagangan, dan mempertanyakan kebijakan AS terhadap Taiwan.
Donald Trump juga menunjuk beberapa tokoh yang memiliki pandangan kontroversial terhadap China sebagai pejabat di pemerintahannya. Menteri Luar Negeri Rex Tillerson sebelumnya mengatakan Beijing harus dihalangi untuk masuk ke pulau reklamasi buatannya di Laut China Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pemimpin China kini ingin mengetahui seberapa serius mereka harus menangani pernyataan-pernyataan itu. Apakah pernyataan itu akan berubah menjadi kebijakan? Dan suara siapa yang akan didengar di dalam lingkaran dalam Trump?
“Mereka (pemimpin China) kemungkinan mau menyerah di satu sisi tetapi jika Trump meminta terlalu banyak, China siap untuk melawan,” ujar Zhang Baohui, guru besar politik dari Universitas Lingnan.
Lalu langkah-langkah apa yang bisa dilakukan China untuk mengatasi penghuni Gedung Putih baru yang tidak bisa diduga itu?
Memperhatikan dan MenungguPernyataan agresif Trump bisa jadi hanya akan menjadi pernyataan semata. Presiden Amerika Serikat sudah biasa bersikap keras terhadap China dan menjadi lebih lunak ketika sudah berkuasa di Gedung Putih.
Presiden George W. Bush berkampanye dengan tekad akan memperlakukan China sebagai “pesaing strategis”, dan kenyataannya kebijakan Bush terhadap China hanyalah melanjutkan kebijakan pemerintah AS sebelumnya.
 Reputasi Xi Jinpin bisa tercoreng jika dia membiarkan Donald Trump mengeluarkan pernyataan keras. (Reuters/Damir Sagolj) |
Ronald Reagan mengatakan akan memutus hubungan diplomatik dengan Beijing. Dua tahun setelah terpilih, dia malah berkunjung ke China.
Jon Huntsman, mantan duta besar AS untuk China, mengatakan pernyataan keras Trump soal China memiliki pola serupa.
“Ini hanya pengulangan dari yang telah kita lihat sebelumnya. Pada saatnya nanti Trump akan mengatakan ‘Saya harus berunding dan berbisnis dengan China,’” ujarnya kepada
CNN.
Sebenarnya Trump sendiri sudah melunak pada satu pandangan kuncinya. Dalam wawancara dengan koran
Wall Street Journal, dia tidak lagi mengatakan China sebagai menipulator mata uang.
Akan tetapi, para pengamat mengatakan strategi menunggu ini berisiko untuk China. Jika Presiden Xi Jinping bersikap terlalu pasif sementara Trump terus memprovokasi, reputasi Xi Jinping sebagai pemimpin yang kuat akan tercoreng.
Hal ini akan menyebabkan banyak protes, satu hal yang tidak diinginkan oleh Xi Jinping terjadi di tahun perubahan kepemimpinan yaitu kongres Partai Komunis yang diadakan lima tahun sekali.
“Xi jelas tidak ingin hubungan dengan AS menyebabkan masalah. Dia tidak ingin generasi muda China yang nasionalis berdemonstrasi menentang AS,” ujar Willy Lam, guru besar dari Universitas Hong Kong.
Banyak pengamat China melihat latar belakang Trump sebagai pengusaha dan yakin bahwa pandangannya soal Taiwan dan Laut China Selatan hanyalah awal dari perundingan bisnis yang sebenarnya.
“Saya pandang Trump dan timnya akan benar-benar mewujudkan sebagian besar ancaman mereka,” kata Lam.
“Perlu diingat bahwa Trump adalah pengusaha yang cerdik. Dia menempatkan diri pada posisi ekstrim yang bisa diturunkan jika China siap membuat kompromi.”
Zhang Baohui mengatakan di belakang panggung, China sibuk berusaha mendekati tokoh yang ada di dalam lingkaran dekat Trump.
Banyak pihak memandang pertemuan antara Trump dan Jam Ma, pendiri Alibaba dan orang terkaya di Asia, sebagai contoh langkah China itu.
“Pertama mereka akan mencoba dan membentuk kebijakan terhadap China dengan bekerja sama,” kata Zhang.
“Mereka meluncurkan ide berinvestasi di sektor infrastruktur AS. Pihak China berpandangan bahwa dia adalah pengusaha yang ingin menciptakan lapangan pekerjaan, bahkan jika pun dia siap memainkan taktik licik misalnya dalam masalah Taiwan.”
Beijing berhasil dengan strategi ini di tempat lain, China membangun dan mendapatkan kesepakatan proyek infrastruktur di Afrika, Eropa Timur dan Asia Tenggara. Hubungan pribadi penting, terutama di China dimana koneksi dipandang sebagai kunci utama untuk meraih apapun.
Zhang mengatakan banyak pihak di China ingin agar Trump segera bertemu dengan Xi Jinping. Diantaranya adalah mengundang Donald Trump dalam inisiatif “satu wilayah, satu jalan” yang akan diadakan pada Mei mendatang.
Kesempatan lain adalah dalam pertemuan G20 pada Juli di Jerman atau dalam pertemuan APEC di Vietnam pada November.
“Ketika keduanya langsung bertemu dan bersulang saat makan malam, Xi bisa menarik hati Trump. Dia seorang diplomat yang handal,” kata Zhang.
China bisa juga mempergunakan duta besar AS untuk China pilihan Trump yaitu Terry Branstad untuk mengukuhkan hubungan antara Xi dan Trump.
Branstad dan Xi Jinpin sudah saling mengenal sejak 1985, ketika Xi berkunjung ke Iowa sebagai pejabat pemerintah daerah. Tentu saja China bisa menjadi ganjalan bagi Trump. China diam-diam sudah menyiapkan perang dagang.
“Departemen perdagangan China telah membuat daftar langkah balas dendam—perusahaan AS akan terkena berbagai macam tarif jika AS memulai perang dagang,” kata Lam dari Universitas Hong Kong.
Hal ini tidak bisa dipandang enteng, terutama bagi presiden AS yang legitimasinya dinilai dari mewujudkan janji menciptakan lapangan kerja dan menghidupkan kembali perekonian.
“Ingat dalam 20 tahun ke depan Boeing memproyeksikan penjualan pesawat senilai US$1 triliun ke China. Jika ada tarif, perusahaan terkenal AS ini akan terkena dampaknya. Ini baru satu contoh,” kata Jing Ulrich, dari JPMorgan Chase Asia Pasifik.
China bisa juga mengambil langkah di sektor lain. Negara ini bisa menekan Taiwan secara ekonomi dan lebih agresif di Laut China Selatan atau meningkatkan hubungan dengan Korea Utara.
Shen Dingli, dari Universitas Fudan, mengatakan China siap berunding dengan AS dan kedua negara bisa menyelesaikan perbedaan pendapat di sektor perdagangan. Tetapi masalah Taiwan tidak bisa diganggu gugat.
“Kita tidak bisa memperlakukan Taiwan sebagai modal tawar menawar,” ujarnya.
“Jika Trump masih memainkan Taiwan sebagai kartu, China dan AS akan terlibat dalam konfrontasi serius. Mudah-mudahan bukan ini yang diinginkan oleh Trump.”