Kebijakan Trump Korbankan Bocah Irak Penderita Luka Bakar

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Sabtu, 04 Feb 2017 06:15 WIB
Dilbreen terpaksa menjalani operasi sendirian karena orang tuanya tertahan di Irak akibat perintah eksekutif mengenai imigrasi yang ditandatangani Trump.
Ilustrasi orang yang tertahan akibat kebijakan imigrasi Trump. (Reuters/Andrew Kelly)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dilbreen, seorang bocah laki-laki asal Irak yang mengalami luka bakar parah, terpaksa menjalani serangkaian operasi sendirian di Amerika Serikat. Orang tua Dilbreen tertahan di Irak karena perintah eksekutif yang ditandatangani Presiden Donald Trump pekan lalu.

Perintah eksekutif itu berisi larangan sementara pemberian visa bagi warga dari tujuh negara mayoritas Muslim, termasuk Irak. Dilbreen pun terpaksa menjalani operasi ini sendirian, tak seperti sebelumnya.

Rangkaian operasi ini harus dijalani oleh Dilbreen karena ia mengalami luka bakar parah akibat ledakan alat pemanas di tempat penampungan pengungsi di Irak, tempat ia dan keluarganya ditampung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diberitakan The Independent, Jumat (3/2), Dilbreen dan ayahnya, Ajeel, sudah terbang ke Amerika pada Oktober lalu didampingi organisasi nonprofit Road to Peace. Selama di AS, mereka tinggal di komunitas organisasi tersebut, House of Peace, di Michigan, sementara Dilbreen menghadapi serangkaian operasi di Rumah Sakit Schriners.

Sayangnya, usai operasi pertama selesai, Ajeel terpaksa kembali ke Irak untuk menemani istrinya melahirkan anak kedua, sementara Dilbreen masih harus tinggal di rumah sakit.

Mereka memberi nama adik Dilbreen tersebut "Trump" karena lahir di hari yang sama dengan pelantikan taipan real estate itu sebagai presiden ke-45 Negeri Paman Sam.

Usaha Ajeel untuk kembali ke AS bersama istrinya harus pupus lantaran permintaan visa bayi mereka ditolak dua kali.

Carrie Schuchardt, pengurus House of Peace, menuturkan kasus Dilbreen ini merupakan salah satu contoh kesulitan yang mesti dialami orang tidak bersalah akibat kebijakan Trump.

"Kami ingin dia [Dilbreen] mendapat perawatan operasi sesuai dengan kebutuhannya, kami juga berharap dia bisa dikelilingi orang-orang yang menyayanginya di saat seperti ini," kata Schuchardt.

Saat ini, Dilbreen berusia 2 tahun. Dia masih membutuhkan serangkaian operasi agar tak kehilangan penglihatannya. Dilbreen seharusnya dijadwalkan kembali menjalani operasi pada 25 Januari lalu.

Para pengacara berupaya membantu keluarga Dilbreen mendapat surat pengecualian imigrasi supaya bisa masuk ke Amerika.

Sally Becker, pengurus Road to Peace yang mendampingi Dilbreen bisa sampai ke AS, menyangkan peristiwa yang dialami bocah tersebut dan mengatakan, Dilbreen berpotensi mengalami trauma jika menghadapi operasi tanpa didampingi orang tuanya.

Selain Dilbreen dan ayahnya, saat itu Sally juga memberangkatkan dua anak Irak lain yang juga membutuhkan perawatan kesehatan ke AS. Keduanya berhasil pulih dan sudah kembali ke negara asalnya.

Road to Peace telah membantu banyak anak-anak Irak dan Suriah yang membutuhkan perawatan kesehatan yang tidak bisa didapatkan di negara asal mereka lantaran kondisi perang dan kurangnya sumber daya.

Selama satu dekade terakhir, banyak anak-anak Irak dan Suriah diterbangkan ke AS untuk mendapat perawatan kesehatan yang dibutuhkan.

Menurut Becker, ada sekitar 87 anak imigran yang sakit dan terluka membutuhkan perwatan di AS. Ia menuturkan, aturan imigrasi ini benar-benar merugikan anak-anak di yang sakit dan membutuhkan pertolongan, khususnya anak-anak di tujuh negara yang masuk dalam larangan perjalanan Trump.

Ketujuh negara itu adalah Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman.

"Masalah ini telah berubah menjadi sepak bola politik. Masalah ini bukan hanya menyangkut satu anak kecil saja. Ada banyak anak-anak lain di luar AS yang akan mati jika tidak kita tolong," ucap Becker. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER