Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang anggota parlemen senior Rusia menyebut penasihat keamanan Presiden Donald Trump, Michael Flynn, dipaksa mundur untuk merusak hubungan antara Amerika Serikat dan Kremlin.
Flynn mengundurkan diri setelah terungkap bahwa dirinya sempat berdiskusi dengan Duta Besar Rusia untuk AS soal sanksi yang diberikan negaranya, sebelum Trump menjabat sebagai Presiden.
"Jelas Flynn dipaksa menulis surat pengunduran diri di tengah tekanan," kata kepala komite hubungan luar negeri kamar bawah parlemen, Leonid Slutsky, sebagaimana dilaporkan
Reuters yang mengutip
RIA Novosti, Selasa (14/2).
"Targetnya adalah hubungan AS-Rusia, meruntuhkan kepercayaan pada pemerintahan baru Amerika. Kita akan lihat bagaimana situasi berkembang lebih jauh," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, anggota parlemen lainnya menyebut pengunduran diri Flynn mengisyaratakan Trump telah terdesak atau pemerintahannya sudah terinfeksi sentimen anti-Rusia.
"Antara Trump tidak bisa bersikap independen dan terus menerus ditekan atau Russofobia telah menginfeksi pemerintahan baru dari hulu ke hilir," kata Konstantin Kosachev.
Kosachev adalah kepala komite hubungan internasional kamar atas parlemen Rusia.
Flynn mengundurkan diri pada Selasa (14/2), di tengah mencuatnya kontroversi pertemuannya dengan Duta Besar Rusia yang diduga dilakukan secara ilegal.
Surat pengunduran diri diajukan hanya berselang beberapa jam setelah Gedung Putih menyatakan bahwa Presiden AS, Donald Trump, tengah mengevaluasi kabar pertemuan Flynn dengan Duta Besar Rusia, Sergei Kislyak.
Washington Post melaporkan, pertemuan yang dilakukan secara privat ini terjadi sekitar satu bulan sebelum Trump dilantik sehingga "berpotensi dilakukan secara ilegal."
Dalam pembicaraan itu, mereka diduga kuat membicarakan kemungkinan penangguhan sanksi tambahan yang dijatuhkan pemerintahan Barack Obama pada Desember lalu akibat peretasan Rusia dalam pemilu.
Jika benar terjadi, berarti Flynn melanggar satu hukum yang disebut Logan Act. Aturan itu melarang warga sipil privat terlibat dalam kebijakan luar negeri.