Jakarta, CNN Indonesia -- Maladewa membantah tudingan oposisi yang menyebut bahwa pemerintah akan menjual salah satu pulau di wilayahnya kepada Arab Saudi.
Tudingan ini mencuat di tengah rencana kunjungan Raja Saudi, Salman bin Abdulaziz Al-Saud, pada Maret ini ke negara kepulauan di Samudera Hindia itu.
"Pemerintah membantah tuduhan bahwa Pulau Faafu telah dijual kepada satu entitas asing," bunyi pernyataan resmi Kantor Presiden Abdulla Yameen seperti dikutip
Reuters, Rabu (8/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kunjungannya, Raja Salman berencana membawa proyek investasi bernilai miliaran dolar ke Pulau Faafu.
Pemerintah menegaskan, fokus proyek besar itu adalah pengembangan fasilitas pariwisata mewah, bukan untuk menjual pulau tersebut.
Tak hanya Saudi, Maladewa menekankan, pemerintah juga menggaet berbagai investor internasional lainnya untuk merampungkan agenda pembangunan ekonomi negara.
"Proyek di Faafu merupakan program multifase untuk membiayai investasi miliaran dolar yang meliputi pengembangan perumahan kelas menengah atas dan beberapa resor wisata, serta pembangunan bandara," kata kantor presiden tersebut.
Kabar investasi besar ini mencuat ke publik sekitar Februari lalu, saat media lokal mengutip Yameen yang mengatakan bahwa penguasa Saudi memiliki ketertarikan khusus pada Pulau Faufu.
Sejumlah protes masyarakat bergulir sejak isu proyek ini mencuat. Mereka menuntut rincian proyek besar ini, sebagai jaminan pemerintah tak melakukan penjualan tanah Faafu kepada Saudi.
Mantan presiden Mohamed Nasheed dan partai oposisinya menyebut proyek mega ini berpotensi memberikan kekuasaan seperti penjajahan pemerintah Saudi di Pulau Faafu.
Partai oposisi mengatakan, warga Faafu bersumpah akan memprotes kunjungan Raja Salman nanti, sebagai pernyataan sikap menentang penjualan tanah mereka.
Nasheed merupakan pemimpin Maladewa pertama yang terpilih secara demokratis. Ia digulingkan pada 2012 lalu.
Pemerintahan Yameen sendiri dikenal cukup otoriter. Mereka menangkap sebagian besar lawan politiknya yang berpotensi menjegal kepemimpinnya dalam pemilu 2018 nanti.
(has)