Jakarta, CNN Indonesia -- Korea Utara memboikot pertemuan PBB yang membahas pelanggaran HAM di negaranya, menyatakan tidak akan berpartisipasi dalam segala bentuk pertemuan yang bermuatan politik seperti itu.
"Kami tidak akan berpartisipasi dalam pertemuan apapun mengenai situasi HAM di Korut karena [langkah] ini bermotif politik," wakil duta besar Pyongyang untuk PBB, Choe Myong-nam kepada
Reuters, Senin (13/3).
Pernyataan ini dilontarkan Choe usai pertemuan yang dimaksud digelar Dewan HAM PBB (UNHRC).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah ahli dan pemerhati HAM menyerukan agar organisasi itu segera menindak pelaku kejahatan kemanusiaan dan memasukan kasus HAM di negara itu dalam laporan PBB 2014.
Pelapor Khusus UNHRC di Pyongyang, Tomas Ojea, menyesalkan keputusan Korut ini. Sejumlah penyelidik HAM menilai, eskalasi ketegangan di Semanjung Korea dalam beberapa waktu terakhir juga kian menutup peluang dialog dengan negara paling terisolasi di dunia tersebut.
Meski begitu, Ojea menuturkan akan tetap berupaya mencari cara supaya Pyongyang mau berpartisipasi dalam pembicaraan HAM ini.
Menurutnya, ketegangan politik dan militer tak boleh menjadi tameng yang melindungi pelanggaran HAM dari pengawasan internasional.
"Tidak ada perbaikan dan solusi yang instan untuk menghadapi pelanggaran HAM yang sudah lama dilaporkan terjadi di Korut. Ketegangan militer membawa dialog HAM dengan Korut kian terhenti," kata Ojea.
Ojea menuturkan, sekitar 80 ribu hingga 120 ribu dikabarkan ditahan di kamp-kamp tahanan politik Korut.
Dia mengatakan, ribuan keluarga di Korea Selatan dan Jepang mencari sanak saudaranya yang diyakini hilang dan diculik oleh agen Korut.
Sarah Hossain, seorang ahli independen UNHRC, menuturkan PBB harus serius mempertimbangkan langkah-langkah menindak pelaku pelanggaran HAM, salah satunya dengan menciptakan pengadilan internasional.
"Dasar bagi pengadilan pidana internasional di masa depan harus ditetapkan sekarang," katanya.