Menlu AS-Rusia Tak 'Sepaham' Soal Agenda Pertemuan

CNN Indonesia
Rabu, 12 Apr 2017 20:38 WIB
Menlu As Rex Tillerson berniat meminta Rusia menjauhi Suriah, sementara Menlu Rusia Sergei Lavrov hendak berdiskusi soal pemberantasan terorisme.
Menlu AS Rex Tillerson melakukan pertemuan dengan Menlu Rusia Sergei Lavrov guna membicarakan hubungan bilateral kedua negara. (Foto: REUTERS/Maxim Shemetov)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson bertemu dengan Menlu Rusia Sergei Lavrov di Moskow hari ini, Rabu (12/4), guna berdiskusi soal hubungan kedua negara ditengah kondisi Gedung Putih dan Kremlin yang tengah memanas, terkait serangan senjata kimia di Suriah.

Tillerson mengatakan, dia ingin berdiskusi 'secara terbuka, jujur, dan terus terang' bersama rekanannya sesama diplomat senior itu.

"Pertemuan kami hari ini berlangsung di saat yang penting dalam hubungan kedua negara, sehingga kami berdua bisa memperjelas tujuan bersama dan meluruskan perbedaan yang tajam di antara kedua negara," kata Tillerson, dikutip AFP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dalam pertemuan tersebut, mantan bos ExxonMobil itu juga dikabarkan akan meminta Kremlin menghentikan dukungannya untuk Presiden Suriah bashar al-Assad dan Iran, serta memindahkan loyalitas pada Barat dan Arab, untuk mencari solusi politik yang lebih baik bagi Suriah.

Tillerson adalah menteri kabinet pertama yang mengunjungi Moskow sejak Presiden Donald Trump menjabat.

Tujuan awal lawatan Tillerson ini adalah menjalin kerjasama antiteroris dengan Moskow. Namun, saat ini hubungan kedua negara justu tengah merenggang, menyusul serbuan mendadak AS ke Suriah, yang merupakan sekutu dekat Rusia.

Sementara itu, Lavrov berharap bisa memahami jelas intensi Washington selama bertemu dengan Tillerson ini.

Dia juga memperingatkan bahwa Kremlin menganggap sangat perlu mencegah AS agar tidak meluncurkan serangan 'yang melanggar hukum' lagi ke Suriah.

"Kunjungan Tillerson sangat tepat waktu. Kami menawarkan kesempatan untuk memperjelas peluang kerja sama antara kedua belah pihak, khususnya mengenai pemberantasan antiterorisme," kata Lavrov.


AS bersama negara Barat meyakini serangan senjata kimia yang menewaskan sedikitnya 80 orang di salah satu daerah kekuasaan pemberontak di Kota Khan Sheikhun, Provinsi Idlib, pada Selasa pekan lalu itu, akibat ulah pasukan Assad.

Washington akhirnya melakukan intervensi dengan menembakkan 59 rudal Tomahawk ke pangkalan udara Shayrat di Homs, sebagai peringatan kepada Assad untuk tak menggunakan senjata kimia lagi.

Rusia bereaksi keras atas aksi militer AS yang dianggap ilegal. Kremlin pun terus menyanggah keterlibatan rezim Assad dalam serangan kimia di Idlib.

"Di mana ada bukti bahwa pasukan Suriah menggunakan senjata kimia? Tidak ada. Namun, dalam insiden ini jelas bahwa ada pelanggaran terhadap hukum internasional. Ini adalah fakta yang jelas," tutur Putin merujuk pada serangan As ke Suriah.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER