Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok pemberontak Partai Pekerja Kurdistan (PKK) mengklaim sebagai pelaku insiden bom di markas polisi di Diyarbakir, yang mayoritas dihuni warga Kurdi. Insiden pada Selasa (11/4) itu menewaskan tiga orang, salah satunya anggota kepolisian.
Serangan itu terjadi beberapa hari jelang referendum konstitusi yang akan digelar Turki pada 16 April mendatang, guna menentukan perluasan kekuasaan Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu telah mengumumkan bahwa peristiwa ledakan itu merupakan ‘serangan teror’, setelah dia menyebut insiden tersebut sebagai kecelakaan, sehari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pernyataan yang dikemukakan kantor berita Firat, PKK menyebut serdadu mereka melakukan serangan itu sebagai aksi balasan terhadap ancaman yang diterima warga Kurdi dari pemerintah, terutama pada mereka yang dipenjara.
Kantor Kementerian Dalam Negeri menyebut ledakan yang menghancurkan markas polisi itu menggunakan satu ton bahan peledak.
“Ada terowongan sepanjang 30 meter yang digali di bangunan yang berdekatan,” demikian pernyataan Kantor Kemendagri, dikutip
AFP.
PKK di sisi lain, juga mengungkapkan pihaknya menggali tanah di bawah markas polisi guna meletakkan peledak dan serdadu mereka telah ‘kembali ke basecamp’ dengan selamat.
Polisi Turki telah menahan lima tersangka pada Selasa (11/4) dan 172 lainnya pada Rabu (12/4). Penyelidikan terhadap insiden itu terus berlanjut.