Jakarta, CNN Indonesia --
"Stabilitas politik dan kemajuan ekonomi akan sangat sulit dicapai setelah kemerdekaan bahkan dalam keadaan terbaik sekali pun, tapi Presiden-seumur-hidup Soekarno memupuk utang asing lebih dari $2 miliar dan meninggalkan negaranya dalam inflasi yang parah."Demikian bunyi memorandum rahasia milik Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat atau CIA, satu tahun setelah Presiden Soekarno tumbang dan digantikan oleh Soeharto, 1968 silam.
Menurut pandangan badan mata-mata Paman Sam, Indonesia saat itu perlahan sembuh dari masalah ekonomi parah "yang diakibatkan oleh kekeliruan manajemen selama lebih dari satu dekade di bawah pemerintahan Soekarno."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tampaknya, Indonesia telah lama menjadi perhatian bagi negara pemenang Perang Dunia II itu. Terlebih, AS di masa Perang Dingin sedang gencar-gencarnya memerangi paham komunisme, sementara Soekarno yang memegang pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama Komunisme) dinilai Amerika lebih dekat dengan Blok Timur.
Setahun setelah itu, pada 1969, Richard Nixon menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat. Dia pun jadi pemimpin pertama dari Partai Republik yang mengunjungi Indonesia.
Republik Indonesia berdiri pada 17 Agustus 1945, atau empat bulan setelah Harry Truman dilantik menjadi Presiden AS ke-33. Setelah itu, Dwight Eisenhower, yang juga diusung oleh Partai Republik, dilantik jadi presiden ke-34.
Soekarno memang sempat berkunjung ke Amerika Serikat untuk menemui Eisenhower dan Nixon yang saat itu menjabat sebagi wakilnya. Namun, baru Nixon yang melawat ke Jakarta sebagai presiden, pada 27 dan 28 Juli 1969, ketika AS menghadapi masa-masa genting di Indochina dan memuncaknya Perang Dingin.
Kunjungannya ke Jakarta hanya berselang tiga hari setelah dia menyampaikan pernyataan kepada pers di Guam, Pasifik, mengenai strategi AS menghadapi merembesnya komunisme ke Asia Tenggara dan pengaruh Uni Soviet di dunia. Pernyataan itu dikenal dengan Doktrin Nixon.
Tercatat, pengganti Nixon yang sama-sama berasal dari Partai Republik pun, Gerald Ford, sempat mengunjungi Indonesia untuk bertemu Soeharto pada 4 dan 5 Desember 1975.
Kunjungan Ford berselang tujuh bulan setelah Vietnam Selatan jatuh ke tangan komunis Vietnam Utara yang menandai akhir Perang Vietnam dan kekalahan Amerika di perang itu.
Di sisi lain, pengganti Ford dari Partai Demokrat, Jimmy Carter, tampaknya tak menganggap Indonesia perlu untuk dikunjungi.
Empat tahun kemudian, politikus Partai Republik kembali menduduki kursi Gedung Putih. Ronald Reagan memerintah AS selama dua periode dan mengunjungi Indonesia pada rentang kepemimpinannya yang kedua.
Namun, dijadwalkan berada di Indonesia pada 29 April - 2 Mei 1986, dia hanya sehari berada di Bali untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN sekaligus berbicara dengan Wakil Presiden Filipina Salvador Laurel--tak hanya bertemu Soeharto.
Kedatangannya itu untuk menyampaikan komitmen AS menempatkan ASEAN sebagai mitra pentingnya.
Di bawah pemerintahan Reagan, AS melanjutkan pasokan senjata untuk militer Indonesia yang sedang disibukkan dengan operasi invasi ke Timor Leste (saat itu Timor Timur), Pada 1986, dia menyetujui penjualan senjata sebesar US$300.
George HW Bush juga sama-sama berasal dari Partai Republik, tapi ia lebih memilih tidak mengunjungi Indonesia. Sementara anaknya, George W Bush, dua kali mengunjungi Indonesia.
Pertama, Bush bertemu dengan Presiden Megawati Soekarnoputri dan sejumlah tokoh muslim Indonesia di Bali, pada 22 Oktober 2003. Pertemuan ini berkaitan dengan kampanye Bush memerangi terorisme sekaligus memberi dukungan terhadap Indonesia yang baru dihantam oleh serangan teror Bom Bali.
Tiga tahun kemudian, pada 20 November 2006, Bush bertandang lagi ke Indonesia untuk bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta. Kunjungan ini pun masih berkaitan dengan terorisme.
Namun, perlu dicatat bahwa pendahulu Bush dari Partai Demokrat, Bill Clinton, pun bertemu Soeharto pada November 1994. Saat itu bahkan dia menganggap penting Indonesia lebih dari sekedar perspektif strategis politik dan ekonomi, tetapi juga budaya.
Setelah Barack Obama memimpin Amerika sepanjang dua periode, Partai Republik kembali berkuasa setelah Donald Trump memenangkan pemilu akhir 2016 lalu. Baru beberapa bulan menjabat, Wakil Presiden Mike Pence sudah mengunjungi Indonesia, meski sang presidennya masih belum menunjukkan tanda-tanda akan turut melawat.
Dalam pertemuan, keduanya dikabarkan akan membahas sejumlah isu bilateral seperti keamanan dan terorisme. Selain kedua isu tersebut, dua orang sumber Reuters di pemerintah Indonesia juga mengabarkan pertemuan ini juga terkait kontrak usaha pertambangan anak perusahaan tambang AS Freeport McMoran Inc., PT Freeport Indonesia.
Masalah ini diangkat lantaran Freeport mengancam akan membawa sengketa ini ke pengadilan arbitrase jika kedua pihak belum juga menemukan kata sepaham terkait aturan izin rekomendasi ekspor dengan ketentuan status Kontrak Karya.
Di saat yang sama, AS pun sedang disibukkan oleh krisis nuklir negeri komunis, Korea Utara. Kunjungan Pence seolah menjadi pengingat akan kedatangan Nixon dan Ford yang bertepatan dengan perang terhadap ideologi kiri serta intervensi Amerika di Vietnam.
Di Asia, Indonesia mempunyai posisi geografis yang cukup strategis, seandainya peperangan pecah karena niat kuat Kim Jong-un mengembangkan program senjatanya. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi pun menyebut isu Korea Utara mungkin akan menjadi bahasan dalam pertemuan Pence dengan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.
Hal itu dikemukakan Retno saat menyambut kedatangan Pence di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta, Rabu malam (19/4).
"Tentu mengenai itu isunya masih terbuka, pertemuan belum dimulai, tapi kita bisa prediksi dalam pertemuan Presiden dan Wapres AS, selain masalah bilateral juga akan bicara soal isi-isu kawasan dan internasional yang menjadi kepentingan bersama," kata Retno.