Jakarta, CNN Indonesia -- Kantor berita pemerintah Korea Utara menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin menjadi orang pertama yang menerima ucapan selamat hari raya Imlek dari Kim Jong-un, lebih dulu daripada China dan sekutu-sekutu negara yang ia pimpin.
Sejumlah akademisi berpendapat, Kim Jong-un bisa jadi mengandalkan Rusia jika China, yang berkontribusi pada 90 persen perdagangan Korut, meningkatkan sanksinya dalam rangka menangkal ancaman program nuklir dan peluru kendali negara tersebut.
"Korea Utara tidak peduli akan tekanan atau sanksi China karena ada tetangganya, Rusia," kata Leonid Petrov, pakar Korea Utara di Universitas Nasional Australia, dikutip
Reuters, Rabu (3/5).
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memuji Presiden China Xi Jinping pekan lalu atas bantuannya untuk menenangkan negara nuklir terisolasi itu. Sehari setelahnya, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menjatuhkan sanksi tambahan untuk lebih jauh mengisolasi Pyongyang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejauh ini belum ada tanda-tanda peningkatan perdagangan antara Rusia dan Korea Utara, tapi hubungan bisnis dan transportasi antara kedua negara tampak semakin sibuk.
Sebuah layanan kapal feri baru yang mulai beroperasi pekan depan akan mengangkut 200 penumpang dan 1.000 ton kargo sebanyak enam kali dalam sebulan antara Korea Utara dan pelabuhan Vladivostok, Rusia.
Data pengapalan di Thomson Reuters Eikon menunjukkan telah terjadi aliran lalu-lintas kapal tanker minyak yang stabil dari Vladivostok ke pelabuhan di pesisir timur Korea Utara.
Kamis lalu, lima kapal tanker berbendera Korea Utara mengangkut kargo di Vladivostok dan menunjuk pelabuhan Korea Utara sebagai tujuannya. Belum jelas produk apa yang mereka bawa saat itu.
Awal tahun ini, pejabat pemerintah Rusia mengunjungi Pyongyang untuk berdiskusi soal kerja sama lebih jauh soal transportasi rel, kata sejumlah laporan media. Sebuah jalur rel buatan Rusia yang menghubungkan kota di perbatasan timur negara tersebut, Khasan, dan pelabuhan Rajin di Korea Utara, telah digunakan untuk membawa sejumlah batu bara, logam dan berbagai produk minyak.
Rusia, terutama Vladivostok, juga menjadi rumah bagi salah satu komunitas Korea Utara terbesar di luar negeri dan mereka mengirimi uang senilai puluhan ribu dolar ke kampung halamannya setiap bulan.
"Pyongyang telah mempermainkan Beijing dan Moskow selama setengah abad, membiarkan mereka berkompetisi untuk memperebutkan hak membantu dan memengaruhi Korea Utara," kata Petrov.
Berbicara di PBB pekan lalu, Tillerson menyerukan negara-negara untuk memutuskan hubungan diplomatik dan keuangan dengan Pyongyang, serta menghentikan aliran pekerja asal Korea Utara. Dewan Keamanan belum menyetujui aksi apa pun terkait seruan tersebut.
Sementara Rusia tidak mengindikasikan niat untuk menentang sanksi PBB atau mencoba melunakkannya, hubungan dengan Amerika Serikat saat ini sedang merenggang. Karena itu, kemungkinan Putin untuk mendukung inisiatif yang dipimpin oleh AS akan menjadi semakin rumit.
Trump dan Putin berbicara lewat telepon pada Selasa waktu setempat dan membicarakan masalah Korea Utara, di samping sejumlah hal lain. Kedua pihak menyatakan hal yang sama, tapi masih belum ada kesepakatan yang dicapai terkait permasalahan ini.