Jakarta, CNN Indonesia -- Eks pejabat senior di Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Robert Danin, menganggap Presiden Donald Trump tak cukup menegerti konflik Palestina-Israel.
Komentar itu diutarakan Danin menyusul janji Trump yang dengan mudah menyatakan AS akan menjadi mediator sekaligus fasilitator untuk menengahi konflik berkepanjangan itu kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Gedung Putih pada Rabu (3/5).
Menurut Danin, yang kini menjadi salah satu anggota di Council on Foreign Relations, situasi konflik Palestina-Israel saat ini lebih rumit dari apa yang sejauh ini Trump mengerti.
"Pernyataan itu benar-benar sangat minim penjelasan mengenai bagaimana dan seperti apa jalan ke depan [penyelesaian konflik ini]," tutur Danin mengacu pada rencana Trump untuk bernegosiasi dengan kedua negara, pada Rabu (4/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pernyataan [Trump] seolah-olah berasumsi konflik ini hanya bertumpu pada masalah negosiasi antara warga Palestina dan Israel soal melakukan kesepakatan akhir. [Trump] menganggap AS bisa bernegosiasi secara efektif terkait hal ini, di mana pemerintahan sebelumnya tak pernah berhasil," katanya menambahkan.
Pertemuan Abbas dan Trump kemarin diharapkan bisa menemukan titik cerah bagi solusi konflik di Timur Tengah, khususnya konflik Isrel-Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun lamanya.
Masalah Israel-Palestina selama ini kerap menjadi ganjalan pemerintah AS. Namun, di depan Abbas, Trump menyatakan siap untuk menerima "tantangan permainan" itu.
"Selama masa hidup saya, saya selalu mendengar perundingan terberat adalah soal kesepakatan Israel dan Palestina ini. Mari kita lihat apakah kami bisa membuktikan mereka salah, ok?" kata Trump.
"Saya pikir setiap orang itu berbeda. Gaya diplomasi seorang presiden adalah menghasilkan keuntungan atau dividen," ucapnya menambahkan.
Meski begitu, sejumlah pengamat menganggap skeptis kemungkinan Trump bisa berhasil menyelesaikan konflik ini.
Menurut seorang profesor sejarah Timur Tengah dari University of California, James Gelvin, setiap presiden AS pasti berpikir mereka dapat mewujudkan perdamaian Israel-palestina.
"Tapi semua presiden gagal dan kemudian mereka mengalihkan perhatian pada isu-isu yang lebih mendesak. Ini mungkin akan menjadi hal yang sama di tangan Trump," katanya.
Namun di satu sisi, seorang penasihat di Washington Institute for Near East Policy, Dennis A Ross, mengatakan meski implementasi ucapan Trump tidak akan terlihat dalam waktu dekat, pertemuan kedua pemimpin tersebut bisa disebut kemajuan upaya perdamaian selama ini.
Menurut Ross, pertemuan Abbas dan Trump kemarin bisa memecah kebuntuan yang selama ini dihadapi para pemimpin selama ini dalam menyelesaikan konflik Israel-palestina.
"Anda tidak dapat menyelesaikan konflik itu saat ini juga. Kesenjangan dan perbedaan antara Israel dan Palestina terlalu luas. Saat ini kit aberada di titik terendah mempresepsikan perdamaian Israel-Palestina sejak saya terjun dalam penyelesaian konflik ini," ujarnya seperti dikutip
the Washington Post.
Walaupun begitu, juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan janji-janji yang dibuat Abbas di Gedung Putih bersama Trump tidak akan berpengaruh.
Menurut Zuhri, kesepakatan antara Abbas dan Trump kemarin "tidak menjadi kewajiban bagi siapa pun" seperti dikutip
Reuters.