Menilik Dampak Pertemuan Donald Trump-Mahmoud Abbas

CNN Indonesia
Kamis, 04 Mei 2017 15:04 WIB
Presiden AS Donald Trump yang sempat berjanji akan jadi sahabat Israel justru menyambut Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Washington. Apa dampaknya?
Presiden Palestina Mahmoud Abbas (kiri) bertemu dengan Presiden AS Donald Trump (kanan) di Washington. (REUTERS/Carlos Barria)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang sempat berjanji bakal jadi "sahabat sejati" Israel kini justru malah menjamu musuh bebuyutannya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Pertemuan ini bisa jadi membuat Tel Aviv kesal.

Dibandingkan Barack Obama, Trump diprediksi bakal lebih condong kepada Israel ketimbang Palestina. Selain telah berulang kali menyatakan retorika positif ke arah pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, konglomerat AS itu bahkan berjanji akan memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem, secara efektif mengakui tempat itu sebagai Ibu Kota Israel.

Namun, media Israel justru menyebut sambutan Trump untuk Abbas tengah malam tadi (4/5) justru kelewat hangat. Orang nomor satu di Negeri Paman Sam itu juga tidak memberikan restu pada pembangunan permukiman Israel di Yerusalem Timur dan tidak juga menepati janjinya untuk memindahkan kedubes ke kota yang diperebutkan dengan Palestina--atau setidaknya belum.
Langkah ini disebut bisa membuat Netanyahu semakin kecewa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Netanyahu berkeras, pemerintahan Abbas mendorong kekerasan terhadap Israel yang berujung pada terorisme. Tel Aviv juga menuding Palestina mengalirkan dana pada teroris dan para keluarganya--memberi imbalan atas serangan yang dilakukan terhadap Israel.

Singkatnya, Netanyahu memandang Abbas sebagai penghalang akan terciptanya perdamaian.

Di sisi lain, Trump menunjukkan sikap yang kontras semalam. Dia menyebut Abbas sebagai tokoh sentral dalam solusi perdamaian Palestina-Israel. Selain itu, dia juga bersikap sangat hangat dalam menyambut tokoh musuh bebuyutan Israel itu.
[Gambas:Video CNN]
"Begini kehangatan yang ditunjukkan Trump: Jika Anda memalingkan pandangan, dan tidak mengetahui bahwa orang yang ada di sampingnya itu adalah presiden Otoritas Palestina, Anda akan menyangka bahwa Trump, yang berbicara sangat hangat soal tamunya, sedang menjamu seorang pemimpin Israel," bunyi artikel analisis di Times of Israel.

Trump memuji Abbas karena menandatangani perjanjian Oslo di Gedung Putih 24 tahun lalu, berharap ia bisa kembali menandatangani perjanjian yang bersifat final untuk menyelesaikan konflik dalam waktu dekat ini.

Presiden AS juga jelas menempatkan Abbas di sisi baik dalam perang melawan terorisme, berseberangan dengan pandangan Netanyahu. Bahkan, Trump pun menyebut hubungan antara militer Palestina dan Israel berjalan dengan sangat "cantik" dan "tidak dapat dipercaya."

Pada titik lain, Trump juga memperingatkan, "tidak akan ada kedamaian abadi" jika pemimpin Palestina tidak menentang kekerasan dan dendam.
"Namun itu hanya teguran ringan; Trump tidak menuding secara langsung bahwa Abbas melakukan kesalahan," bunyi artikel analisis itu.

Sementara itu, pengamat Timur Tengah veteran menyebut hubungan antara Israel dan Palestina tidak pernah seburuk saat ini.

"Sebagai orang yang pernah menangani masalah ini selama 30 tahun terakhir, saya pikir kita tidak pernah ada di titik serendah ini," ujarnya sebelum pertemuan Trump-Abbas berlangsung, dikutip Gulf News.

Upaya Trump untuk membawa kedamaian di Timur Tengah berawal buruk ketika dia seolah tidak akan lagi mendukung Palestina dan bersumpah akan memindahkan kedubesnya untuk Israel ke Yerusalem.
Pertemuan Trump-Abbas berlangsung hangat.Pertemuan Trump-Abbas berlangsung hangat. (REUTERS/Jonathan Ernst)
Namun, meski lebih dulu menerima Netanyahu di Gedung Putih, kini dia juga menunjukkan kemauan untuk menekan Israel soal permukiman di Tepi Barat, isu yang menjadi perhatian Palestina dan dunia selama ini.

Pada pertemuan dengan Abbas semalam, Trump tidak menawarkan langkah konkret untuk menyelesaikan konflik antara kedua negara yang sudah berlangsung selama berdekade itu. Dia hanya mengatakan akan memainkan peran sebagai "mediator" antara Israel dan Palestina.

Di sisi lain, Hady Amr, yang berpengalaman soal Timur Tengah selama tiga dekade sebelum akhirnya turut serta dalam proses perdamaian di bawah Menteri Luar Negeri AS John Kerry, mengatakan upaya Trump menyelesaikan persoalan ini kemungkinan bakal gagal.

"Saya harap saya salah, tapi saya pikir Presiden akan mengetahui ... bahwa ada alasan mengapa permasalahan ini tidak kunjung bisa diselesaikan," ujarnya kepada AFP.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER