Kelanjutan Hubungan Iran dan Negara Barat di Tangan Rouhani

CNN Indonesia
Senin, 22 Mei 2017 06:11 WIB
Di tangan Rouhani, hubungan Iran dan negara-negara Barat diprediksi akan tetap kooperatif, terurama dalam keberlangsungan kesepakatan nuklir.
Hubungan Iran dengan negara-negara Barat diprediksi akan terus berjalan lancar di tangan Rouhani. (REUTERS/Lucas Jackson)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden petahana Hassan Rouhani memenangkan pemilu dan akan kembali menduduki kursi presiden Iran dalam empat tahun mendatang. Pengamat politik internasional menilai, kemenangan Rouhani berarti arah politik luar negeri Teheran tak akan banyak berubah.

"Sangat jelas jika Presiden Rouhani kembali terpilih, itu akan banyak kebijakan luar negeri Iran yang tetap sama selama tiga tahun terakhir kami amati ini," ujar Sadeq Zibakalam, profesor ilmu politik Universitas Teheran.

Rouhani dikenal sebagai tokoh reformis dan cukup koperatif dengan dunia internasional, khususnya Negara Barat. Di masa pemerintahannya, Rouhani mampu menghasilkan kesepakatan nuklir yang disetuji Iran dan sejumlah negara Barat.
Dengan tercapainya kesepakatan ini, Iran mampu terlepas dari serangkaian sanksi internasional yang memberatkan ekonomi negara selama ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejauh ini, Rouhani menghabiskan empat tahun masa jabatannya untuk mengeluarkan Iran dari keterasingan global, berusaha menghidupkan kembali hubungan dagang dan ekonomi dengan sejumlah mitra tradisional Teheran guna menjinakkan  hiperinflasi dan mempercepat pertumbuhan PDB negara.

Zibakalam menuturkan, di bawah Rouhani, kebijakan Iran terhadap dunia internasional--khususnya hubungan Teheran-Negara Barat--akan tetap kooperatif dalam tingkatan tertentu.

Salah satu yang terpenting, kesepakatan nuklir Iran di bawah Rouhani akan tetap berjalan sesuai rencana.
"Dia [Rouhani] akan menjaga hubungan baik dan hangat dengan banyak negara lain jika kembali terpilih sebagai presiden. Dia percaya pada detente dengan pihak Barat, bahkan Amerika Serikat, yang sejauh ini diterapkan dalam pemerintahnya," kata Zibalakam.

Seandainya politikus moderat dan pragmatis itu kalah dari rival terkuatnya, Ebrahim Raisi--seorang ulama konservatif garis keras--kebijakan Teheran terhadap dunia global, khsususnya negara Barat, dianggap bisa berubah 180 derajat.

Menurut Zibalakam, jika kelompok garis keras menang dalam pemilu tahun ini, seruan dan sikap anti-Barat nampaknya akan kembali mencuat.

Sejumlah upaya normalisasi hubungan dan kepercayaan dengan pihak Barat pun dianggap bisa terancam jika Raisi berhasil merebut kursi kepresidenan.
Salah satu yang krusial adalah kemungkinan goyahnya sikap Iran untuk mempertahankan kesepakatan nuklir 2015 lalu.

"Jika Raisi menang, ini akan menjadi langkah mundur. Raisi yang berasal dari garis keras akan memproyeksikan kebijakannya yang konservatif," ucap Zibalakam, seperti dikutip Xinhua.

"Mereka akan melupakan pendekatan Iran terhadap sejumlah negara asing lain, bahkan mengembalikan sikap anti AS yang meneyrukan penghancuran Israel. Selain itu, sangat mungkin kesepakatan nuklir yang berhasil disetujui Iran dan enam negara Barat termausk AS rusak," Zibalakam memperingatkan.

Dalam hal ekonomi, Raisi nampaknya akan menerapkan kebijakan yang lebih proteksionis. Sebab, semasa kampanye, Raisi menggaungkan konsep "ekonomi resistensi" bagi Iran yang dirancang untuk melindungi bisnis domestik yang terhubung secara politik.

Konsep ekonomi itu juga meminimalisir kebergantungan Iran dengan dunia asing, khususnya Negara Barat.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER