Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte bersumpah akan menghadapi kelompok teroris dengan kejam. Pernyaataan ini dilontarkan Duterte menyusul bentrokan antara militer dan militan yang berafiliasi kepada ISIS di kota Marawi pada Selasa (24/5).
Duterte yang tengah berada di Rusia untuk bertemu dengan Perdana Menteri Dmitry Medvedev pun langsung mengumumkan darurat militer di kawasan Pulau Mindanao.
"Kepada orang-orang sebangsaku yang pernah mengalami darurat militer, ini tak akan jauh berbeda dengan yang pernah diterapkan Presiden Marcos. Saya akan berlaku kejam," ucap Duterte pada Selasa (24/5).
"Jika butuh waktu setahun untuk menerapkan darurat militer, kami akan lakukan itu. Jika ini berakhir hanya dalam sebulan, saya akan senang. Kepada rakyatku, jangan terlalu takut. Saya akan pulang dan menghadapi masalah saat saya tiba," tuturnya di tengah perjalanan menuju Filipina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diberitakan
Reuters, darurat militer terpaksa diumumkan Duterte setelah tiga anggota pasukan keamanan tewas dan 12 lainnya cedera saat bentrok di tempat persembunyian 15 orang pemberontak Maute di Marawi.
Duterte pun terpaksa membatalkan pertemuannya dengan Medvedev demi kembali ke negaranya. Dia akan kembali ke Rusia pada Selasa pekan depan untuk bertemu Presiden Vladimir Putin.
Militer mengatakan 500 tentara bala bantuan tengah dikerahkan. Mereka optimis bisa mengakhiri konflik ini lebih cepat.
Namun mobilisasi pasukan keamanan itu sempat terhadang kepungan pemberontak yang memblokade akses menuju lokasi kejadian.
Operasi militer ke kota berpenduduk 200 ribu orang ini dilakukan untuk menangkap Isnilon Hapilon, pemimpin kelompok Abu Sayyaf dan memberangus militan di kawasan mayoritas Muslim itu.
"Maksud dari operasi Angkatan Bersenjata Filipina ini adalah untuk memulihkan keadaan menjadi normal di wilayah itu," ujar juru bicara militer Filipina, Edgar Arevalo.
Abu Sayyaf dan Maute merupakan kelompok militan yang telah berbaiat kepada ISIS dan menjadi salah satu ancaman keamanan Filipina selama ini.
Kementerian Luar Negeri AS bahkan menawarkan imbalan hingga US$5 juta bagi yang anggup menangkap Hapilon.
Abu Sayyaf dikenal dengan penyanderaan serta pembajakan kapal asing dengan tuntutan tebusan.
Kini, kelompok itu masih menahan sekitar 19 orang, tujuh di antaranya merupakan warga negara Indonesia. Pemerintah RI terus berkoordinasi dengan Filipina untuk mengupayakan pembebasan ketujuh orang tersebut.
Duterte juga pernah mempertimbangkan untuk mempersenjatai warga sipil di wilayah Bohol untuk membantu memburu militan-militan tersebut dan mencegah ekstremis dan radikalisme menyebar di negaranya.
Eks Wali Kota Davao ini juga berulang kali memperingatkan bahwa Mindanao beresiko besar "terkontaminasi" pejuang ISIS, meskipun militer berkeras bahwa ISIS tidak ada di Filipina.