May Kehilangan Parlemen, Uni Eropa Khawatir Brexit Gagal

CNN Indonesia
Jumat, 09 Jun 2017 15:22 WIB
Para pemimpin Eropa khawatir hasil pemilu Inggris yang membuat Theresa May kehilangan mayoritas di parlemen bakal membuat negosiasi Brexit tertunda dan gagal.
Ilustrasi Brexit. Langkah Inggris keluar dari Uni Eropa itu dikhawatirkan batal setelah PM Theresa May kehilangan mayoritas kursi parlemen. (REUTERS/Neil Hall)
Jakarta, CNN Indonesia -- Para pemimpin Uni Eropa khawatir hasil pemilu Inggris yang membuat Perdana Menteri Theresa May kehilangan mayoritas kursi di parlemen bakal membuat negosiasi Brexit tertunda dan berisiko gagal.

Guenther Oettinger, anggota Komisi Eropa dari Jerman, mengatakan masih belum jelas apakah negosiasi bisa dilancarkan pada Senin, 19 Juni, sesuai rencana. Kelangsungan pembicaraan itu bahkan lebih dipertanyakan tanpa rekan negosiasi yang kuat, ujarnya.

Seorang pejabat lain di Brussels mengatakan masih terlalu dini untuk berspekulasi soal reaksi pihaknya pada perubahaan keinginan warga Inggris meninggalkan Uni Eropa.
"Kita lihat saja apakah pemerintahan selanjutnya mengubah posisi terkait Brexit," kata pejabat tersebut dikutip Reuters, ketika hasil pemilu menunjukkan May tidak bisa lagi mendapatkan mayoritas di parlemen, Jumat (9/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan perdana menteri Finlandia Alexander Stubb yang jarang berkomentar pun bahkan angkat suara. Dia berkicau: "Sepertinya kita perlu rehat dalam negosiasi Brexit. Waktu untuk menyusun kembali kekuatan."

Kini, Inggris pun akan masuk ke periode politik "parlemen gantung", di mana tak ada partai mayoritas dalam parlemen.

May sebagai perdana menteri lantas dapat mencoba membentuk pemerintahan, baik itu dengan kekuatan minoritas atau membentuk koalisi.
Bila May berhasil membentuk pemerintahan, ia harus menghadap ke Majelis Tinggi. Pemerintahan ini harus mendapatkan mosi kepercayaan setelah pembukaan parlemen pada 19 Juni.

Namun, jika May gagal membentuk pemerintahan atau tidak mendapatkan mosi kepercayaan, ia harus mengajukan pengunduran diri kepada Ratu Elizabeth II.

Kerajaan kemudian akan memberikan kesempatan kepada Jeremy Corbyn, pemimpin Partai Buruh selaku oposisi terkuat, untuk membentuk pemerintahan. Jika ia juga gagal, parlemen dapat dibubarkan dan pemilu kembali diselenggarakan. 

Sempat berkampanye menentang Brexit tahun lalu tapi menjabat sebagai perdana menteri setelah David Cameron kalah dalam referendum, May menyampaikan syarat-syarat untuk menarik Inggris keluar dari Uni Eropa, Maret lalu.
Syarat-syarat itu termasuk perpisahan sepenuhnya dari pasar tunggal UE dan bea cukai terpadu. May kemudian meminta pemilu lebih cepat untuk mendapatkan dukungan lebih banyak dalam negosiasi.

Hal tersebut juga diharapkan oleh sebagian besar pejabat di Brussels. Pemerintahan May yang lebih kuat mereka anggap bakal bisa lebih sedikit berkompromi dengan Uni Eropa dan menahan tekanan faksi pro-brexit garis keras di partainya sendiri, yang memintanya menolak syarat-syarat UE dan melangkah begitu saja tanpa kesepakatan.

Para pemimpin Eropa secara umum sudah menyerah soal kemungkinan Inggris berubah pikiran dan memutuskan tetap berada di organisasi tersebut. Saat ini, kebanyakan dari mereka tampak lebih menginginkan negara dengan ekonomi kedua terbesar di benua biru itu pergi dengan cepat dan mulus.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER