ANALISIS

Menilik Masa Depan Irak-Suriah Tanpa ISIS

CNN Indonesia
Selasa, 11 Jul 2017 11:57 WIB
Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi mengumumkan kemenangan negaranya atas ISIS di Mosul pada Minggu (9/7). Bagaimana masa depan Irak tanpa ISIS?
Wajah ceria anak-anak dan wanita di Mosul setelah pasukan keamanan berhasil mengalahkan ISIS. (AFP PHOTO / AHMAD AL-RUBAYE)
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah menurunkan 10 ribu pasukan dan bertarung selama hampir sembilan bulan, militer Irak berhasil mendepak kelompok teroris ISIS dari Mosul pada Minggu (9/7).

Perdana Menteri Haider al-Abadi pun telah menyatakan kemenangan negaranya atas ISIS meski kelompok pimpinan Abu Bakr al-Baghdadi itu masih menduduki sejumlah kota kecil lain di Irak.

Hari itu juga, Abadi bahkan bertolak ke Mosul dan memberi ucapan selamat pada angkatan bersenjata setelah berhasil memecah kebuntuan yang dihadapi tentara Irak dalam melawan ISIS selama ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tentu ini merupakan kemenangan besar dan luar biasa bagi Irak. Dengan kemenangan ini, mereka [pasukan Irak] bisa bangkit kembali untuk memberangus sisa-sisa pendudukan ISIS di negara itu," tutur Yon Machmudi, Ketua Penelitian dan Publikasi dari Pusat Studi Timur Tengah dan, Islam Universitas Indonesia, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (11/7).


Mosul merupakan kota terpenting bagi ISIS setelah Raqqa di Suriah. Masjid al-Nuri di kota itu menjadi saksi bisu lahirnya ISIS, tempat di mana Baghdadi mendeklarasikan kekhalifahannya sekitar Juni 2014 lalu.

Tak hanya itu, Mosul pun menjadi pusat aktivitas ISIS. Kota terbesar kedua yang terletak di bagian utara negara ini menjadi sumber penggerak operasi dan pendanaan kelompok teroris itu di Irak, Suriah, bahkan negara lain di dunia.

Kekalahan ISIS di Mosul, menurut Yon, merupakan pukulan telak bagi pasukan Baghdadi dan tanda mulai memudarnya eksistensi kelompok teroris itu di "rumahnya" sendiri.

"Saya kira dengan kekalahan [ISIS] di Mosul menunjukan bahwa kekuatan mereka semakin lama semakin mengecil dan mulai terusir. Ini bisa menjadi tanda memudarnya eksistensi ISIS secara umum yang dapat mengakibatkan kekuatan ISIS runtuh secara keseluruhan," katanya.


Jika prestasi ini bisa terus dicapai oleh militer Irak dan juga Suriah, tutur Yon, bukan hal mustahil bahwa kehancuran ISIS memang tinggal menunggu waktu saja.

Menurutnya, jika Irak dan Suriah bisa secara stabil terlepas dari pendudukan ISIS, propaganda teror kelompok itu pun diperkirakan akan berkurang secara signifikan. Sebab, tidak ada lagi kekuatan pusat yang bisa dijadikan acuan atau simbol bagi para kelompok-kelompok simpatisan ISIS di belahan dunia lainnya.

Hancurnya ISIS juga dianggap bisa memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap menurunnya aksi terorisme internasional.

"Jika kekuatan utamanya di Irak dan Suriah sudah hancur, otomatis tidak akan ada lagi [simpatisan] yang akan mengklaim berafiliasi dengan ISIS," ucap Yon.

Meski begitu, kekalahan ISIS di Mosul tak semata-mata membuat pasukan al-Baghdadi itu binasa, khususnya ideologi dan ajaran radikal kelompok tersebut.

Yon mengatakan, dengan terlemparnya ISIS dari Mosul justru bisa menjadi titik balik bagi kelompok itu untuk berkonsolidasi, mengubah strategi propagandanya selama ini untuk bertahan.

Tentara Irak merayakan kemenangan atas ISIS di Mosul.Tentara Irak merayakan kemenangan atas ISIS di Mosul. (AFP PHOTO / AHMAD AL-RUBAYE)

Kemungkinan lainnya, paparnya, ISIS tengah merencanakan perlawanan secara sporadis, meminta sejumlah jejaringnya dan afiliasi kelompoknya di wilayah lain untuk melakukan propaganda teror guna menunjukan eksistensinya kelompoknya masih bertahan.

"Kalah di Mosul bukan berarti eksistensi ISIS hilang sepenuhnya. Lagi pula, masih ada beberapa wilayah yang dikuasai ISIS di Irak--seperti Kota Kirkuk--dan Suriah. Ini harus segera menjadi target baru militer kedua negara untuk merebut wilayah itu dari ISIS," tutur Yon menambahkan.

"Saat ini, masalah ada pada titik bagaimana negara-negara lain yang menjadi basis kelompok-kelompok teror dan simpatisan ISIS bisa membangun strategi penanggulangan isu terorisme di wilayahnya," katanya.


Bahkan, akibat kehadirannya yang kian tertekan, wacana ISIS bersekutu dengan Al-Qaidah pun sempat mencuat. Wakil Presiden Irak, Ayad Allawi, sekitar April lalu menuturkan, perundingan kerja sama antara ISIS dan Al Qaidah guna memperkuat pasukannya telah dimulai.

Meski begitu, Yon menganggap, kemungkinan tersebut kecil. Sebab, baik ISIS dan Al Qaidah selama ini memiliki paham yang bersebrangan dan kerap bermusuhan.

"Kelompok itu juga saling klaim. ISIS dan Al Qaidah tidak bisa bekerja sama. ISIS juga kerap luncurkan serangan pada Al Qaidah. Kemungkinan bersekutu kecil," kata Yon.

Irak-Suriah Tanpa ISIS

Ketika ISIS berhasil terlempar secara keseluruhan dari Irak dan Suriah, Yon mengatakan, hal terpenting yang perlu dilakukan kedua pemerintahan adalah memastikan rekonsiliasi negara berhasil.

"Kedua pemerintahan harus bisa duduk bersama. Kedua negara juga harus bisa menyatukan kelompok-kelompok masyarakat yang ingin membangun kembali negara mereka secara adil sehingga tak lagi muncul kelompok yang merasa dipinggirkan dan memberontak layaknya dulu, hingga ISIS bisa terbentuk," kata Yon.

Menurutnya, tanpa semangat persatuan dan pembangunan antar pemerintah dan kelompok masyarakat, Irak-Suriah tanpa ISIS dikhawatirkan hanya akan kembali menjadi wilayah tempat munculnya konflik hingga perang sipil akibat adanya ketidakadilan.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER