Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Presiden Filipina, Benigno Aquino, dituntut atas operasi anti-teror yang berakibat fatal, menewaskan 44 anggota elite polisi pada Januari 2015 lalu.
Ombudsman Filipina melaporkan, Aquino dituntut karena memberikan kewenangan kepada kepala kepolisian yang saat itu sedang berstatus non-aktif, Alan Purisima, untuk melancarkan operasi tersebut.
“Purisima tidak akan ditempatkan di posisi itu jika tanpa pengaruh dari Presiden Aquini,” demikian pernyataan resmi Conchita Morales dari Ombudsman Filipina, sebagaimana dikutip
AFP, Jumat (14/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Operasi kepolisian di Mamasapano itu memang berhasil menewaskan salah satu tersangka teroris yang juga masuk dalam daftar pencarian Amerika Serikat, Zulkifli Abdhir.
Namun, Filipina gempar ketika dilaporkan bahwa 44 petugas kepolisian tewas akibat serangan balik dari militan Muslim dan kelompok bersenjata lainnya dalam operasi tersebut.
Akibat kontroversi ini, Kongres Filipina membatalkan pengesahan Bangsamoro Basic Law, satu hukum yang digodok sebagai upaya damai antara pemerintah dan kelompok pemberontak Front Pembebasan Islam Moro (MILF).
Kontroversi “Pembantaian Mamasapano” ini juga menjegal langkah Aquino dalam pemilihan umum presiden pada 2016. Ia akhirnya harus menyerahkan tampuk pemerintahan ke tangan Rodrigo Duterte.
Menanggapi kabar tuntutan ini, juru bicara Duterte, Ernesto Abella, mengatakan, “Ini merupakan keinginannya [Duterte] dan bangsa ini untuk memberikan keadilan bagi korban dan keluarga dari 44 polisi dan mengangkat kembali isu ini sebagai bagian dari proses pemulihan.”