Jakarta, CNN Indonesia --
Rodrigo Duterte mengklaim tak terkait dengan keputusan Komisi Bursa Efek (SEC) untuk mencabut izin
Rappler, situs berita yang kerap mengkritik sang Presiden
Filipina."Dia tidak suka ketika
Rappler menyatakan bahwa keputusan itu adalah hasil dari ketidaksukaan presiden terhadap
Rappler. Tentu saja tidak. Dia tidak ada hubungannya dengan keputusan itu," ujar juru bicara kepresidenan Filipina, Harry Roque.
Roque mengatakan, Duterte bahkan tidak mengetahui SEC mengeluarkan keputusan untuk mencabut izin
Rappler karena masalah kepemilikan saham ini pada Senin (15/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan ini dilontarkan untuk menampik tuduhan
Rappler bahwa Duterte ada di balik keputusan pencabutan izin ini.
Keputusan ini mengejutkan banyak pihak karena SEC mencabut izin
Rappler dengan dalih perusahaan media itu melanggar satu ketentuan dalam konstitusi yang mengatur kepemilikan media oleh warga Filipina.
Duterte memang sudah lama mengancam akan menguak "kepemilikan Amerika" dalam tubuh Rappler. Kasus ini bermula ketika Rappler Inc. mengizinkan pihak yang disebut pemerintah sebagai pihak asing untuk berinvestasi dalam skema Philippines Depositary Receipts.
Depository Receipts sendiri merupakan instrumen keuangan yang dikeluarkan oleh bank untuk mewakili sekuritas publik perusahaan asing.
Namun,
Rappler sudah berulang kali menampik tudingan tersebut.
Rappler mengakui, ada dua organisasi AS yang memiliki investasi di dalam perusahaan mereka, tapi tidak menanam saham.
 Keputusan untuk mencabut izin Rappler ini dianggap sebagai upaya Duterte untuk membungkam media yang mengkritik perang narkoba kontroversial di negara itu. (AFP Photo/Ted Aljibe) |
Keputusan untuk mencabut izin
Rappler ini pun dianggap sebagai upaya Duterte untuk membungkam media yang mengkritik perang narkoba kontroversial di negara itu.
Kampanye tersebut dicanangkan Duterte sejak pertama kali menjabat sebagai presiden Filipina dua tahun lalu. Sejak saat itu, sekitar 4.000 tersangka pengedar narkoba dilaporkan tewas di tangan polisi tanpa proses peradilan yang jelas.
Sebagaimana dilansir
Reuters,
Rappler bukan satu-satunya media di Filipina yang dijegal setelah mengkritik sejumlah kebijakan pemerintahan Duterte.
Maret tahun lalu, Duterte menyebut
Inquirer dan
ABS-CBN sebagai "anak-anak pelacur" dan memperingatkan mereka akan bahaya karma karena kritik media tersebut terhadap perang narkoba.
Empat bulan berselang,
Inquirer mengumumkan bahwa jajaran pemilik perusahaan itu tengah mempertimbangkan untuk menjual publikasi mereka.
Seorang pebisnis besar yang mendukung kampanye pemilihan umum Duterte pada 2016 lalu kemudian mengumumkan bahwa dia akan membeli
Inquirer.
Duterte juga mengancam menggagalkan aplikasi
ABS-CBN untuk membarui izin operasi perusahaan tersebut di Filipina yang harus disetujui oleh Kongres.
Melihat pergerakan baru pemerintah Filipina dengan mencabut izin
Rappler ini, Serikat Nasional Jurnalis Filipina menyatakan, "Ini hanya salah satu dari banyak ancaman Duterte yang mengkritik pemerintahannya, seperti
Philippine Daily Inquirer dan jaringan penyiaran
ABS-CBN."
Melanjutkan pernyataannya, serikat tersebut menulis, "Kami menyerukan kepada seluruh jurnalis Filipina untuk bersatu dan melawan segala upaya untuk membungkam kita."
(has)