Kisah Mata-mata Korut Bom Pesawat untuk Kacaukan Olimpiade

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Rabu, 24 Jan 2018 08:59 WIB
Kim Hyon Hui ingat betul tugas pertama dan terakhirnya sebagai agen rahasia Korut, meledakkan pesawat berpenumpang 115 orang, titah langsung dari Kim Jong-il.
Salah satu anggota keluarga korban pengeboman pesawat Korean Air Lines Penerbangan 858. (Reuters)
Kim akhirnya menaruh bom itu di kabin di atas kepala dan menenggak beberapa pil agar tenang. Dia dan rekannya turun dari pesawat saat singgah di Abu Dhabi.

Pesawat yang membawa 115 orang itu kembali lepas landas menuju Seoul, tapi tak pernah tiba di tujuan. Bom itu meledak ketika pesawat sedang melintas di atas Laut Andaman.

Menurut rencana, mereka seharusnya kabur melalui Roma dan Wina. Namun, strategi itu gagal karena mereka ditahan di Bahrain. Mereka pun mengambil rencana B, yaitu meneggak pil sianida yang disembunyikan dalam filter rokok.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami diajarkan bahwa jika seorang agen gagal menjalankan misinya, mereka harus bunuh diri. Kami harus menenggak pil itu untuk menutupi rahasia. Kami sangat paham bahwa keluarga kami di Korut akan disiksa, jadi kami memutuskan untuk menenggak pil itu. Saat itu, saya berpikir, hidup saya yang cuma 25 tahun ini harus berakhir seperti ini," tutur Kim.
Setelah menggigit pil itu, Kim hanya kehilangan kesadaran, tapi selamat. Sementara itu, rekan laki-lakinya tewas.

Kim akhirnya diekstradisi ke Korsel untuk interogasi. Kim terus berbohong dan menutupi misi Korut ini demi menjamin keselamatan keluarganya di tanah airnya. Namun akhirnya, dia tak kuasa menahan kebohongan.

Dia diadili dan dijatuhi hukuman mati. Namun kemudian, Kim mendapatkan pengampunan dari Presiden Roh Tae-woo, keputusan yang dikecam oleh banyak pihak.

Sebagai pembelaan, Roh mengatakan bahwa Kim juga merupakan korban kekejaman rezim Korut, sama seperti penumpang Penerbangan 858.

"Ketika saya tahu bahwa saya diampuni, saya bukannya merasakan kesenangan, tapi memikirkan ibu saya di Korut. Betapa senangnya dia mendengar kabar anaknya hampir mati, tapi hidup. Namun, saya adalah pendosa. Saya seharusnya mati," katanya.



Setelah itu, Kim bekerja di Badan Intelijen Nasional Korsel. Di sana, ia bertemu dengan tambatan hatinya, seorang pengawal yang akhirnya ia nikahi dan menjadi ayah bagi dua anaknya.

Meski sudah hidup tenang, Kim tetap ingin mengabadikan kisah kelamnya dalam sebuah buku. Hasil penjualan buku itu kemudian ia sumbangkan bagi keluarga korban pengeboman Penerbangan 858.

Dengan sesekali mengusap air matanya, Kim mengingatkan bahwa Korut masih belum berubah. Dia sangat khawatir setelah mendengar isu rujuk Korut dan Korsel melalui kehadiran delegasi Pyongyang dalam Olimpiade Musim Dingin nanti.

"Saya sebagai saksi hidup teror Korut, saya akan mengatakan kebenaran dan saya berada di garda depan untuk mencegah serangan semacam itu. Korea masih dalam status berperang jika bicara masalah ideologi dan pemikiran," katanya. (has)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER