Amarah menyeruak dari berbagai penjuru Indonesia, geram karena menganggap Saudi melakukan penghinaan. Pasalnya, ini bukan kali pertama Saudi mengeksekusi mati terpidana WNI tanpa notifikasi.
Tahun 2015, Saudi mengeksekusi mati dua WNI tanpa notifikasi dalam waktu hanya berselang sehari, yaitu Siti Zaenab pada 14 April dan Karni binti Medi Tarsim tanggal 16 April.
Setelah itu, Indonesia langsung mengeluarkan pernyataan kecaman keras kepada Saudi. Meski tak ada aturan internasional yang mengharuskan Saudi memberi notifikasi, tapi Indonesia menganggap pemberitahuan tersebut sudah menjadi norma umum dalam hubungan bilateral.
Dosen Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, menyebut langkah Saudi tersebut mencerminkan sikap tidak etis terhadap Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlebih lagi, Raja Salman berjanji akan senantiasa membuka dialog tak hanya dengan pemerintah, tapi juga masyarakat Indonesia.
"Janji itu diutarakannya ketika mengunjungi Jakarta pada Maret 2017 lalu. Beliau juga menggaungkan persaudaraan Muslim, tapi di saat yang bersamaan melakukan hal yang tidak etis seperti ini kepada Indonesia," kata Teuku kepada
CNNIndonesia.com.
Indonesia pun kembali mengeluarkan kecaman hingga memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk meminta keterangan lebih lanjut. Hingga akhirnya, Kemlu memutuskan untuk mengajak Saudi membahas satu kesepakatan yang mewajibkan kedua belah pihak memberikan notifikasi jika akan melakukan eksekusi.
Ketika isu ini mulai reda, muncul kabar bahwa Kementerian Ketenagakerjaan RI-Saudi sepakat membuat program pengiriman 30 ribu TKI baru ke Saudi.
Di saat bersamaan, pemerintahan Joko Widodo masih memberlakukan moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah yang sudah berlaku sejak 2015 lalu.
Eksekusi Tuti dan perjanjian kemenaker RI-Saudi ini menempatkan Jokowi dalam posisi dilematis yang dapat mengurangi kredibilitas sang presiden di dalam negeri.
"Karena masyarakat melihat kok beliau (Jokowi) tidak bisa mengendalikan keadaan terutama menyangkut nyawa WNI, padahal, ini semua terjadi karena pelanggaran etika Saudi yang tidak memberi notifikasi lebih dulu kepada Indonesia," ucap Teuku.
Di sisi lain, dia menganggap Jokowi tidak bisa selamanya memberlakukan moratorium dan harus segera mencari alternatif lain, seperti pengiriman TKI secara terbatas sebagai percobaan pascamoratorium.
"Dalam berdiplomasi memang harus ada
take and give. Saya pikir pengiriman 30 ribu TKI ini adalah jalan tengah. Jika puluhan ribu TKI itu tidak berangkat, apalagi di tahun politik seperti ini, ini akan membuat sulit pemerintahan Jokowi," katanya.
(has)