Jakarta, CNN Indonesia -- Pemimpin tertinggi
Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan yakin dengan kemampuan negaranya dalam proses pengayaan uranium. Dia menyatakan untuk mencapai tingkat pengayaan uranium hingga 20 persen untuk bisa membuat senjata
nuklir adalah perkara sulit tetapi bukan tidak mungkin.
"Mencapai tingkat pengayaan hingga 20 persen adalah bagian yang paling sulit. Langkah selanjutnya lebih mudah ketimbang sebelumnya," kata Khamenei di Teheran seperti dikutip kantor berita ISNA, dilansir
Associated Press, Rabu (15/5).
Pernyataan itu diutarakan Khamenei terkait dengan tekanan Amerika Serikat yang menjatuhkan sanksi larangan pembelian minyak dari Iran, dan mengirim armada tempur ke kawasan Teluk.
Presiden Iran, Hassan Rouhani, memberi tenggat 60 hari untuk semua pihak yang terkait dengan perjanjian nuklir itu untuk memberi jalan keluar. Jika tidak ada solusi setelah waktu yang ditetapkan, mereka menyatakan akan melanjutkan pengayaan uranium melebihi batas yang disyaratkan yakni 3,67 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah Iran menyatakan mereka bisa mencapai target pengayaan uranium sampai 20 persen dalam empat hari. Meski mengklaim hal itu bertujuan untuk pembangkit listrik, tetapi para ahli menyatakan dengan tingkat itu maka 90 persen bisa dipakai untuk senjata nuklir.
Jerman Tarik PasukanDengan perseteruan AS-Iran yang semakin hari meningkat, pemerintah Jerman menyatakan prihatin dengan kondisi itu. Mereka juga memutuskan menarik pasukan dan menunda kegiatan latihan perang bersama militer Irak untuk mencegah kejadian tidak diinginkan.
Juru Bicara Kementerian Pertahanan Jerman, Jens Flosdorff, menyatakan saat ini ada 160 pasukan Negeri Panser di Irak untuk berperang melawan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Sebanyak 60 serdadu ditempatkan di sebelah utara Ibu Kota Baghdad untuk latihan bersama pasukan Irak.
"Kami mengikuti langkah mitra kami yang melakukan hal sama," kata Flosdorff.
Sebelumnya Kementerian Luar Negeri AS memutuskan menarik sejumlah diplomat mereka di Irak. Mereka menyatakan hal itu dilakukan untuk mencegah para diplomat itu menjadi sasaran serangan.
Meski demikian, sampai saat ini tidak diketahui apa bentuk ancaman itu.
(ayp)