Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Donald Trump dilaporkan sempat menyetujui rencana untuk menyerang
Iran, sebagai pembalasan setelah Teheran menembak jatuh pesawat nirawak atau
drone pengintai
Amerika Serikat, Kamis (20/6) kemarin. Namun, hal itu urung dilakukan.
Menurut sejumlah pejabat senior AS, beberapa petinggi militer dan diplomat mengharapkan Trump akan meluncurkan sebuah serangan terhadap Iran setelah debat panjang antara pejabat keamanan nasional dan pemimpin Kongres di Gedung Putih hingga sekitar pukul 19.00 waktu setempat.
Para pejabat AS sepakat untuk mengerahkan serangan itu pada Jumat (21/6) dini hari untuk meminimalisir jumlah korban sipil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip
The New York Times, sejumlah pejabat yang ikut terlibat dalam rapat tersebut mengatakan Trump awalnya menyetujui rencana penyerangan terhadap sejumlah target d Iran, seperti situs radar dan rudal.
Beberapa penasihat keamanan nasional Trump termasuk John Bolton, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, Direktur CIA Gina Haspel, juga mendukung rencana tersebut. Namun, sumber menuturkan sang presiden tiba-tiba membatalkannya ketika rencana penyerangan itu masih dalam tahap awal pengerjaan.
Pejabat tinggi Pentagon juga memperingatkan serangan militer bisa mengakibatkan eskalasi di kawasan yang berisiko bagi keamanan pasukan AS di Timur Tengah.
Padahal, sejumlah pesawat militer AS sudah mengudara dan kapal-kapal perang sudah berada di dalam posisi siaga untuk menembakkan rudal ke Iran.
Hingga kini belum jelas apakah langkah Trump membatalkan rencana penyerangannya secara tiba-tiba ini terkait perubahan strategi atau logistik. Belum jelas pula apakah rencana penyerangan terhadap Iran masih berlanjut atau tidak.
Gedung Putih dan Kementerian Pertahanan menolak memberi komentar terkait rencana penyerangan tersebut. Gedung Putih bahkan dikabarkan meminta
The New York Times untuk tidak menerbitkan artikel ini.
Jika serangan terhadap Iran terjadi, itu akan menjadi tindakan militer ketiga Trump di Timur Tengah. Presiden AS ke-45 itu telah dua kali menyerang target di Suriah yakni pada 2017 dan 2018.
Rencana AS untuk menyerang Iran muncul setelah Korps Garda Revolusi (IRGC) menembak jatuh drone pengintai AS RQ-4 Global Hawk di selatan Provinsi Hormozgan, tepatnya di dekat distrik Kouhmobarak, kemarin.
Melalui situsnya, IRGC menuturkan pesawat tak berawak itu ditembak karena telah melanggar kedaulatan dengan memasuki wilayah udara Iran.
Kementerian Pertahanan AS mengecam "serangan tidak beralasan di wilayah udara internasional" itu. Washington mengklaim drone-nya terbang sekitar 34 kilometer dari titik terdekat Iran ketika ditembak jatuh.
Trump menganggap Iran telah melakukan kesalahan besar dengan menembak drone seharga US$130 juta tersebut.
[Gambas:Video CNN]Sementara itu, Menlu Iran, Mohammad Javad Zarif, bersumpah akan membawa "agresi baru" AS ini ke PBB dan menunjukkan bahwa AS berbohong soal klaimnya menerbangkan drone itu di wilayah internasional.
"Kami akan membawa agresi baru ini ke PBB dan menunjukkan bahwa AS berbohong soal klaimnya menerbangkan drone itu di wilayah udara internasional," kicau Zarif melalui Twitternya.
"AS telah menerapkan kebijakan terorisme ekonomi (sanksi) terhadap Iran dan sekarang berusaha melanggar batas wilayah kami. Kami tidak berniat perang, tetapi akan dengan gigih mempertahankan langit, tanah, dan perairan kami," paparnya menambahkan seperti dikutip
AFP.
(rds/ayp)