Beda Jurus RI, Malaysia, dan Thailand Urus Para Pencari Suaka

CNN Indonesia
Selasa, 16 Jul 2019 11:19 WIB
Masalah pencari suaka yang dialami Indonesia, juga dirasakan negara Asia Tenggara yang menjadi tempat transit favorit pengungsi, seperti Malaysia dan Thailand.
Pemindahan pencari suaka di Kebon Sirih. Jakarta. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Terimpit di tengah negara konflik, seperti Myanmar dan Kamboja, Thailand juga punya sekelumit kisah dalam mengatasi pengungsi.

Thailand tercatat 130 ribu pengungsi, sekitar 90 persen di antaranya berasal dari Myanmar. Merujuk pada data organisasi non-pemerintah basis Washington, Borgen Project, lebih dari 80 persen pengungsi Myanmar itu merupakan etnis Karen yang menjadi korban persekusi militer pada 1988.

Sama seperti di Indonesia dan Malaysia, pengungsi di Thailand juga pada dasarnya tak memiliki hak kewarganegaraan, termasuk untuk bekerja dan mendapatkan pendidikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bedanya, pemerintah Thailand menerapkan dan menegakkan hukum yang ketat sehingga para imigran tak berani bekerja secara ilegal atau berbuat gaduh di luar kamp.

Sebaliknya, pemerintah pun sangat memperhatikan keadaan di kamp-kamp pengungsi. Di dalam penampungan itu bahkan ada Komite Pengungsi Karen (KRC) yang bertindak sebagai penyambung lidah antara pemerintah dan pengungsi.


Anggota komite tersebut sendiri merupakan perwakilan yang dipilih langsung oleh para pengungsi melalui proses pemungutan suara.

KRC dan World Education juga membuka kesempatan bagi para pengungsi untuk mendapatkan pendidikan. Kini, lebih dari 2.000 siswa pengungsi menuntut ilmu di rumah-rumah singgah.

Proses penempatan di negara ketiga baru dimulai pada 2005. Sejak saat itu, lebih dari 80 ribu pengungsi sudah ditempatkan di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Australia, dan Kanada.

Namun, setelah pergolakan politik yang berujung penggulingan kekuasaan sipil oleh militer pada 2014 lalu, kebijakan terkait pengungsi di Thailand mulai berubah haluan.

Di bawah kecaman internasional, Thailand terus memulangkan pengungsi ke negara asalnya, di mana konflik masih berkecamuk.

Pada 2015, misalnya, Thailand mengirim pulang sekitar 100 imigran Muslim Uighur ke China. Setahun kemudian, Thailand merepatriasi 68 pengungsi Muslim Rohingya ke Myanmar.

Arah kebijakan kembali berputar pada awal tahun ini, setelah Thailand menuai kecaman internasional karena memulangkan seorang perempuan Arab Saudi, Rahaf Mohamed, ke kampung halamannya.


Mohamed angkat kaki dari Saudi untuk melarikan dari dari keluarganya yang kerap melakukan penganiayaan. Ia singgah di Thailand sembari menunggu proses permintaan suaka ke Australia.

Pada Januari lalu, kepala urusan imigrasi Thailand, Surachate Hakparn, akhirnya menyatakan bahwa negaranya akan mempertimbangkan kebijakan yang lebih lunak terhadap imigran.

"[Thailand] akan mengikuti norma-norma internasional," katanya dilansir dari The Guardian. (has/dea)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER