Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah berbagai isu digaungkan untuk memakzulkan
Donald Trump, Dewan Perwakilan
Amerika Serikat akhirnya sepakat memulai proses pelengseran sang presiden. Namun, jalan yang harus ditempuh masih panjang sampai Trump benar-benar turun takhta.
Jalan mulai terbuka ketika Trump dilaporkan kembali menyalahgunakan kekuasaannya untuk melengangkan jalannya menuju kursi kepresidenan dalam pemilu 2020 mendatang.
Trump dilaporkan berupaya menjegal langkah bakal calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, dengan meminta Ukraina menyelidiki dugaan korupsi sang anak, Hunter Biden, yang diduga dibuat-buat.
Walau dikenal sebagai sosok yang selalu ogah memakzulkan Trump, ketua Dewan Perwakilan AS, Nancy Pelosi, akhirnya sepakat untuk memulai proses pelengseran sang presiden setelah skandal Ukraina ini terkuak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Presiden harus bertanggung jawab. Tak ada orang yang di atas hukum," ucap Pelosi sebagaimana dikutip
AFP.
 Dikenal sebagai sosok yang selalu ogah memakzulkan Trump, ketua Dewan Perwakilan AS, Nancy Pelosi, akhirnya sepakat untuk memulai proses pelengseran sang presiden. (AFP Photo/Alastair Pike) |
Jika nantinya Trump diyakini melakukan "pengkhianatan, suap, tau kejahatan tingkat tinggi dan pelanggaran ringan" berdasarkan konstitusi AS, Dewan Perwakilan AS dapat langsung melanjutkan proses pemakzulan.
Jalan panjang menuju pemakzulan pun dimulai. Pertama, Dewan Perwakilan harus menyerahkan bukti pelanggaran Trump kepada komite yang sudah ditunjuk sebelumnya.
Komite tersebut lantas akan mempelajari bukti tersebut dan menjalankan penyelidikan lebih lanjut. Jika bukti tersebut kuat, komite akan menyusun "pasal-pasal" pemakzulan yang sebenarnya setara dengan tuntutan kriminal di ranah politik.
Mereka kemudian menyerahkan pasal tersebut ke Dewan Perwakilan, yang setelah itu bakal menggelar pemungutan suara. Dalam proses tersebut, Dewan Perwakilan diwajibkan memilih untuk memakzulkan Trump atau tidak.
Jika disetujui, pasal tersebut akan dibawa ke Senat, di mana "pengadilan" akan digelar. Dalam proses tersebut, utusan dari Dewan Perwakilan akan bertindak sebagai penuntut, sementara Trump dan pengacaranya menjadi "tersangka".
Sementara itu, kepala hakim dari Mahkamah Agung akan mengawasi pengadilan di Senat tersebut. Setelah proses pemeriksaan rampung, anggota Senat bakal kembali menggelar pemungutan suara.
Jika dua pertiga anggota parlemen sepakat untuk memakzulkan Trump, maka kursi presiden akan dikosongkan. Wakil presiden lantas akan mengisi sementara kekosongan kursi di Gedung Putih tersebut.
[Gambas:Video CNN]Namun, sebagaimana dilansir
AFP, akan banyak batu sandungan dalam perjalanan ini. Salah satu halangan terbesarnya adalah tarik ulur antara kubu Demokrat dan Republik mengenai pengertian "pelanggaran" yang dilakukan presiden.
Batu sandungan ini terbukti sudah menghalangi proses pemakzulan presiden-presiden AS sebelumnya.
Secara keseluruhan, AS sudah dua kali berupaya memakzulkan presiden aktif, yaitu Andrew Johnson pada 1868 dan Bill Clinton pada 1998. Namun, dua kasus tersebut tersendat di tingkat Senat.
Sejumlah pengamat pun menganggap proses pemakzulan kali ini akan menemui jalan buntu karena Senat AS dikuasai Republik yang merupakan pendukung Trump.
(has)