Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Luar Negeri RI akhirnya buka suara terkait protes
Kamboja kepada pemerintah karena membiarkan salah satu tokoh oposisi dan
buronan politik, Mu Sochua, masuk dan menggelar pertemuan pers di Jakarta.
Direktur Asia Tenggara Kementerian Luar Negeri RI, Denny Abdi, menegaskan Indonesia tetap menganut prinsip universal hak asasi manusia terutama terkait kebebasan berekspresi.
"Kami menjelaskan prinsip-prinsip universal yang dianut di Indonesia termasuk kebebasan berpendapat dan demokrasi, namun demikian Indonesia juga memegang teguh prinsip non intervensi dan tidak mencampuri urusan domestik negara lain," kata Denny melalui pernyataan singkat kepada
CNNIndonesia.com pada Senin (11/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Denny menuturkan Duta Besar Kamboja untuk RI, Hor Nambora telah menemui Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kemlu RI, Andri Hadi, pada 8 November lalu akibat kisruh ini.
Dalam pertemuan itu, Denny menuturkan Nambora menjelaskan posisi Kamboja terhadap sejumlah individu yang berseberangan dengan pemerintah dan saat ini berada di luar negeri.
"Dubes Nambora datang sendiri ke Kemlu, bukan dipanggil. Kami juga menjelaskan bahwa terkait aktivitas warga negara asing, pemerintah Indonesia akan bersikap berdasarkan aturan yang berlaku di Indonesia," ujar Denny.
[Gambas:Video CNN]Namun, Denny tak dapat menjelaskan kewenangan apa saja yang dimiliki pemerintah Indonesia dalam menyikapi aktivitas politik asing di dalam negeri.
"Itu akan terkait dengan kewenangan instansi lain. Saya tidak miliki kapasitas untuk menjawab (soal kewenangan Indonesia) dalam kasus seperti itu. Tentunya ini akan dilihat
case by case," kata Denny
Kamboja melalui kedutaan besar di Jakarta melayangkan nota protes diplomatik kepada Indonesia pada Kamis pekan lalu.
Nota protes itu dikeluarkan setelah Mu Sochua, Wakil Ketua Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP-Cambodia National Rescue Party), berkunjung ke Jakarta dan menggelar jumpa pers terbatas di Hotel JS Luwansa sehari sebelumnya.
Nambora bahkan menginterupsi gelaran acara tersebut. Nambora menyebut Mu Sochua adalah buronan dan seorang kriminal di depan wartawan sebelum jumpa pers dimulai.
Dalam surat protes itu, Kamboja menyayangkan Indonesia tetap mengizinkan Mu Sochua masuk meski telah ada perintah penangkapan terhadap perempuan berusia 65 tahun itu.
Phnom Penh menganggap Mu Sochua seorang buronan lantaran partainya sudah dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang.
Ini bukan pertama kalinya Mu Sochua dan partainya menggelar jumpa pers di Jakarta. Pada Juli 2018, Mu Sochua juga menggelar pertemuan dengan media di Jakarta untuk menentang hasil pemilihan umum yang memenangkan perdana menteri petahana, Hun Sen.
CNRP menilai hasil pemilu lalu tidak sah mengingat sejumlah partai termasuk CNRP diboikot Hun Sen agar tidak bisa ikut pemilu.
CNRP dibubarkan Mahkamah Agung Kamboja pada tahun lalu. Langkah itu dilakukan ketika Hun Sen berupaya membendung kritik dan oposisi yang mampu mengancam peluang untuk kembali memenangkan pemilu setelah 30 tahun berkuasa.
Dengan ketiadaan partai oposisi utama, partai Hun Sen, Partai Rakyat Kamboja (CPP), menikmati 80 persen suara dan sedikitnya 100 dari 125 kursi Majelis Nasional atau Parlemen Kamboja.
(rds/dea)