China akhirnya meloloskan Undang-Undang Keamanan Nasional Hong Kong yang kontroversial pada Selasa (30/6).
UU Itu memberikan kewenangan lebih bagi China untuk campur tangan terhadap urusan Hong Kong dan dinilai sejumlah pihak pengkritik memperluas kontrol Beijing terhadap kebebasan wilayah otonomi itu.
Hingga kini, warga Hong Kong belum mengetahui secara menyeluruh isi UU tersebut. Namun, menurut cetak biru RUU yang dirilis pemerintahan Presiden Xi Jinping pada 22 Juni lalu, hukum tersebut memberikan izin pejabat China untuk beroperasi di Hong Kong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, UU itu juga mengizinkan China mencampuri proses hukum Hong Kong, terutama yang dinilai mengancam keamanan nasional Negeri Tirai Bambu.
Lihat juga:China Sahkan UU Keamanan Nasional Hong Kong |
UU Keamanan Nasional Hong Kong bisa memberikan kewenangan terhadap pihak berwenang China untuk menindak secara hukum setiap upaya pemisahan diri (separatis), campur tangan asing, terorisme, dan semua kegiatan hasutan yang bertujuan menggulingkan pemerintah pusat dan segala gangguan eksternal di wilayah otonomi itu.
Dengan UU ini, pemerintahan Presiden Xi Jinping juga bisa mendirikan kantor keamanan nasional di Hong Kong Kong yang dinilai kian mengikis otonomi Hong Kong sebagai wilayah khusus.
Dilansir CNN, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam juga bisa memilih setiap hakim dalam kasus yang berkaitan dengan keamanan nasional. Sementara itu, pihak berwenang China dapat "menggunakan yurisdiksi" atas kasus-kasus khusus. Klausa ini memberikan peluang suatu pelanggaran yang dilakukan warga atau entitas di Hong Kong untuk diproses hukum di China.
Cetak biru UU itu pada akhirnya menekankan bahwa hukum keamanan nasional akan mengalahkan hukum lokal Hong Kong.
Sebelum disahkan, UU Keamanan Nasional Hong Kong ini memicu demonstrasi besar-besaran pro-demokrasi di Hong Kong kembali terjadi setelah sempat mereda selama pandemi virus corona (Covid-19) berlangsung.
Oposisi khawatir UU Keamanan Nasional semakin menghancurkan kebebasan berpolitik dan otonomi Hong Kong. Mereka menilai UU ini sengaja dibuat demi membendung perbedaan pendapat dan upaya demokratisasi Hong Kong atas China.
Sebagian warga Hong Kong juga mengecam minimnya transparansi dari pemerintah dalam pembahasan UU tersebut.
Dalam sebuah surat kepada pemerintah Hong Kong, ketua Asosiasi Pengacara Hong Kong Philip Dykes mendesak pemerintah menjelaskan bagaimana hak-hak warga negara akan tetap dijamin setelah berlakunya UU ini.
Sementara itu, aktivits pro-demokrasi Hong Kong, Joshua Wong, menganggap pengesahan UU ini "menandai akhir dari Hong Kong".
"Tapi, Hong Kong akan terus berjuang untuk kebebasan dan demokrasi kami untuk generasi mendatang. ketika keadilan gagal ditegakkan, perjuangan kami akan terus berlanjut," papar Joshua yang memimpin protes besar-besaran pro-demokrasi pada 2014 lalu.
(rds/evn)