Kamala Harris menjadi Calon Wakil Presiden mendampingi Joe Biden. Ambisi politiknya hampir pupus ketika dia memutuskan mundur dari konvensi Partai Demokrat akibat kemampuan finansial tidak mendukung.
Mereka berhadapan dengan pasangan dari Partai Republik, Donald Trump dan Mike Pence untuk menduduki kursi kepemimpinan di Gedung Putih.
Sebelumnya, Harris mundur pencalonannya sebagai bakal calon presiden AS pada 3 Desember 2019 karena tidak memiliki sumber keuangan untuk melanjutkan pencalonannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kamala Devi Harris lahir dari ayah keturunan Jamaika dan ibu keturunan India.
Setelah memperoleh gelar sarjana di bidang Ilmu Politik dan Ekonomi dari Howard University pada 1981 dan gelar hukum dari Sekolah Tinggi Hukum Hastings, University of California pada 1989. Harris memulai karier di Kantor Kejaksaan Distrik Alameda County.
Perempuan kelahiran 20 Oktober 1964 itu tercatat sebagai perempuan keturunan India-Amerika pertama yang maju sebagai calon wakil presiden AS.
Tapi Harris yang ditunjuk oleh Biden sebagai pasangannya pada 11 Agustus bukanlah perempuan pertama yang maju sebagai calon wakil presiden AS, melainkan terdapat tiga perempuan lainnya yakni Tonie Nathan, Geraldine Ferraro, dan Sarah Palin.
Kemudian untuk kandidat cawapres kulit hitam pertama, sebelumnya ada Charlotte Bass yang dinominasikan untuk posisi tersebut.
Pada 1972, Nathan maju sebagai cawapres dari Partai Libertarian bersama pasangannya, John Hospers, kemudian Ferraro maju sebagai cawapres dari Partai Demokrat bersama Walter Mondale pada 1984, dan Palin maju sebagai cawapres pada 2008 dari Partai Republik bersama Senator Arizona John McCain.
Dilansir National Geographic, pada 1952, Charlotte Bass tercatat sebagai kandidat perempuan kulit hitam pertama yang dinominasikan untuk posisi wakil presiden di bawah naungan Partai Progresif.
Kecewa di kedua partai besar karena mengabaikan warga kulit hitam dan hak-hak perempuan, Bass beralih ke partai Progresif dan bergabung dengan Vincent Hallinan sebagai pasangannya. Bass dan Hallinan memenangkan 140 ribu suara, tapi pasangan itu kalah dari Dwight D. Eisenhower dan Richard Nixon.
Harris dikenal sebagai salah satu penentang vokal kebijakan pemerintahan Donald Trump, salah satunya mengenai cara Trump dalam menangani pandemi virus corona.
Dilansir ABC News, berikut posisi Harris dalam beberapa masalah di AS:
Harris mengutuk penanganan pandemi Covid-19 ala Trump. Dalam kampanyenya, dia berulang kali menyerukan kepada para pemimpin untuk "mendengarkan para ilmuwan dan pakar" tentang bagaimana menghadapi virus tersebut. Senada dengan Biden, dia juga menyerukan pentingnya penggunaan masker.
Mengenai kemungkinan vaksin virus corona, dia mengatakan tidak akan mempercayai Trump dan ia ingin mendengar informasi dari sumber yang dapat dipercaya sebelum mempercayai bahwa vaksin aman digunakan.
Harris telah menyerukan penghapusan diskriminasi rasial. Setelah kematian George Floyd di tangan polisi, dia berpartisipasi dalam aksi protes di Washington DC.
Kemudian setelah kasus penembakan Jacob Blake, dia bertemu dengan keluarga Blake di Wisconsin dan berbicara dengan Blake melalui telepon.
"Saya pikir harus ada penyelidikan menyeluruh, dan berdasarkan apa yang saya lihat, tampaknya petugas itu harus dituntut," kata Harris kepada NBC News saat itu.
Dalam kampanye kepresidenannya tahun lalu, Harris mengusulkan tindakan eksekutif untuk melawan kekerasan senjata, termasuk melarang senjata serbu dan pemeriksaan latar belakang universal yang dilakukan oleh orang-orang yang menjual lebih dari lima senjata dalam setahun.
Produsen dan penjual senjata yang tidak mematuhinya akan dicabut lisensinya. Sebagai calon wakil presiden, dia telah menyerukan pembaruan larangan senjata serbu dan penghapusan "boyfriend loophole" di samping dukungan gigihnya untuk pemeriksaan latar belakang universal.
"Ini adalah hal-hal tentang pemeriksaan latar belakang, Anda mungkin ingin mengetahui hal-hal tertentu sebelum memberikan sesuatu yang dapat membunuh manusia lain," kata Harris di Philadelphia pada September lalu.
Harris juga menyatakan dukungannya untuk membela hak reproduksi dan hak untuk melakukan aborsi. Setelah kematian Hakim Ruth Bader Ginsburg, dia berpendapat bahwa calon hakim Mahkamah Agung yang dicalonkan Trump, Amy Coney Barrett dapat membalikkan Roe. v. Wade (keputusan penting dari MA AS) yang tidak akan disetujui oleh Harris.
"Tidak ada masalah lain yang begitu merendahkan dan mencemarkan karya kehidupan Hakim Ginsburg, kemudian membatalkan keputusan penting dalam sejarah pengadilan yang membuatnya menjadi jelas, seorang wanita memiliki hak untuk membuat keputusan tentang tubuhnya sendiri," ujar Harris dalam pidato sambutannya di North Carolina pada September.
(ayp)