Sayap militer Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) meminta seluruh warga Iran untuk mengabaikan pemilihan umum dan presiden Amerika Serikat, apa pun hasilnya.
Guna menghormati Hari Nasional untuk Memerangi Arogansi Dunia yang jatuh pada 3 November, IRGC menerbitkan pernyataan bahwa Iran harus mengandalkan "perlawanan aktif". Pernyataan tersebut mengajak rakyat untuk "mengandalkan kekuatan, kapasitas, dan kemampuan" dalam negeri dalam menghadapi "perang ekonomi yang dipaksakan oleh Amerika Serikat".
Frasa "perang yang dipaksakan" mengacu pada Perang Iran-Irak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan tersebut mengatakan AS telah memendam permusuhan terhadap Iran selama lebih dari 60 tahun, mengacu pada kudeta yang didukung AS pada 1953.
Bagi IRGC, mereka tidak peduli presiden AS berasal dari Partai Demokrat atau Republik, sebab pemerintahan Negeri Paman Sam dinilai tidak akan berubah dan tetap arogan terhadap Iran.
Dilansir Al-Monitor, Senin (2/11), pernyataan itu juga mengecam gagasan yang menghubungkan peristiwa asing dengan solusi untuk mengatasi masalah domestik.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, telah lama menjadi pendukung perjuangan untuk menyelesaikan masalah dalam negeri tanpa melibatkan pihak luar.
Sementara Presiden Iran, Hassan Rouhani, yang berkuasa pada 2013 menjalankan janji kampanyenya untuk mencapai kesepakatan nuklir dan membuka hubungan ekonomi Iran ke Eropa Barat.
Kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencabut sanksi ekonomi dan mengizinkan Iran menjual minyaknya. Meski sanksi telah dicabut, banyak negara Eropa tetap waspada dalam berbisnis dengan Iran karena takut melanggar sanksi Kementerian Keuangan AS.
Presiden AS, Donald Trump, lantas memutuskan keluar dari kesepakatan itu dan memberlakukan kembali sejumlah sanksi ekonomi terhadap Iran. Hal itu membuat Iran kembali berada dalam situasi ekonomi yang genting.
Lihat juga:Iran Bantah Tuduhan Hendak Ganggu Pilpres AS |
Menanggapi tuduhan AS bahwa mereka mencampuri Pemilu dan Pilpres AS, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh, membantahnya.
"Kami tidak mencampuri pemilu AS, dan kami tidak melihat kepentingan siapa pun untuk ikut campur dan rakyat Amerika-lah yang harus memutuskan," ujarnya.
Dia menambahkan bahwa pemilu di AS telah menjadi "pertunjukan" yang sering disebut pejabat AS sebagai pemilihan Iran.
Ali Khezrian, seorang anggota parlemen, menulis di surat kabar konservatif, Kayhan, bahwa tidak masalah siapa yang akan memenangkan pemilu AS.
"Kebijakan umum Amerika Serikat, sehubungan dengan Iran atau negara lain, tidak akan berubah," tulis Khezrian.
Sejak era Presiden AS, Ronald Reagan, pada 1980, Khezrian menulis bahwa sanksi terhadap Iran telah meningkat dan tidak berkurang.
Pemilu AS tak diragukan lagi akan berdampak pada sejumlah negara di seluruh dunia, dan mungkin hanya sedikit negara yang bisa terkena dampak melebihi Iran.
Dengan keluarnya Presiden Donald Trump dari kesepakatan nuklir dan penerapan kembali sanksi, kehidupan menjadi lebih sulit bagi rata-rata warga Iran.
Di atas kertas, tampaknya pemerintahan Joe Biden diharapkan mengurangi tekanan terhadap rakyat Iran, tetapi hal itu bukan jaminan.
(ans/ayp)