Beberapa negara di Eropa seperti Jerman dan Belanda kembali menerapkan lockdown seiring lonjakan kasus virus corona.
Namun, Swedia justru melancarkan pendekatan penanganan Covid-19 yang "lebih lunak" untuk mengekang penyebarannya.
Seperti halnya negara-negara lain, negara Skandinavia itu telah mengubah strateginya dalam beberapa bulan terakhir di tengah ancaman gelombang kedua pandemi.
Swedia sadar bahwa tidak mungkin mereka bisa sepenuhnya menghentikan penyebaran virus. Untuk itu, otoritas Swedia berstrategi untuk melindungi para orang tua dan kelompok berisiko lainnya.
Awalnya, mereka berencana membiarkan virus menyebar perlahan di masyarakat dengan kecepatan terkontrol yang tidak akan membebani layanan kesehatan.
Mereka tidak memberlakukan lockdown atau menutup sekolah untuk anak-anak di bawah 16 tahun dan selalu menekankan jarak sosial daripada memakai masker.
Selain itu, Otoritas Swedia juga selalu menyoroti aktivitas seperti rutin mencuci tangan, bekerja dari rumah (WFH), dan tinggal di rumah saat orang merasakan gejala Covid-19. Pihaknya selalu menyerukan kepada warga untuk bertindak "secara bertanggung jawab".
Pada April, Swedia melarang kunjungan ke panti jompo secara nasional dan kemudian larangan berubah dalam cakupan regional sesuai kebutuhan.
Ketika gelombang kedua pandemi berlangsung pada Oktober, Badan Kesehatan Masyarakat dan pemerintah setempat mulai mengeluarkan rekomendasi protokol kesehatan yang lebih ketat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rekomendasi pertama muncul di daerah yang terkena dampak paling parah, kemudian menyebar secara nasional mulai 14 Desember.
Rekomendasi itu termasuk seruan untuk menghindari transportasi umum dan toko-toko yang ramai, serta membatasi interaksi sosial sebatas satu rumah tangga saja atau orang-orang yang sering melakukan kontak sehari-hari.
Pada November, pemerintah melarang penjualan alkohol setelah pukul 22.00 malam hingga Februari dan membatasi acara publik yang tadinya dapat dihadiri oleh 50 orang, maka dikurangi menjadi delapan orang.
Perdana Menteri Stefan Lofven telah mendesak orang-orang untuk membatalkan semua kegiatan sosial dan tidak pergi ke gym, perpustakaan, pusat perbelanjaan, atau tempat umum lainnya.
Pemerintah juga memerintahkan agar sekolah menengah menerapkan kelas daring mulai Senin (7/12) hingga 6 Januari.
Dilansir AFP, otoritas kesehatan masyarakat bersikeras bahwa memerangi pandemi adalah hal "marathon, bukanlah lari cepat", dan tindakan yang dilakukan harus berkelanjutan untuk jangka panjang.
Secara umum, warga Swedia memiliki tingkat kepercayaan tinggi kepada pemerintah, dan pemerintah sangat bergantung pada lembaga ahli.
Oleh karena itu, strategi penanganan Swedia dipandu oleh Badan Kesehatan Masyarakat. Mereka berpendapat, tindakan lockdown yang kejam tidak cukup efektif untuk membenarkan dampak negatif pada masyarakat.
Efektivitas strategi Swedia diperdebatkan
Efektivitas strategi Swedia dalam menangani pandemi telah diperdebatkan dengan sengit baik di dalam dan luar negeri.
Korban meninggal akibat Covid-19 di Swedia jumlahnya setara dengan kematian di Denmark, Norwegia, Finlandia, dan Islandia, apabila digabungkan. Keempat negara itu mengadopsi langkah-langkah penanganan yang lebih ketat.
Tapi di sisi lain, banyak pula negara Eropa lainnya yang memberlakukan lockdown seperti Prancis, Italia, Spanyol, dan Inggris yang justru bernasib lebih buruk daripada Swedia.
![]() |
Pada Mei, pemerintah Swedia mengakui telah "gagal" melindungi para lansia di panti jompo, di mana hampir setengah dari kematian telah dicatat dari sana.
Di luar kasus penularan di panti jompo, "rekomendasi" protokol yang dikeluarkan Swedia tidak selalu membuahkan hasil yang diinginkan.
Swedia bantah herd immunity
Sejak awal, banyak diberitakan secara luas bahwa Swedia menerapkan strategi "herd immunity". Tapi otoritas Swedia membantahnya dengan tegas.
"Tidak, itu tidak pernah menjadi bagian dari strategi," kata Ahli EpidemiologiAnders Tegnell pada September.
Tapi sebelumnya dia mengakui, membiarkan virus menyebar perlahan-lahan akan mengarah pada tingkat kekebalan yang tinggi.
"Ada baiknya memiliki kekebalan yang tinggi pada populasi. Kami melihat pengaruhnya," ujarnya pada Juni ketika kasus-kasus mulai menurun.
Gelombang kedua di Stockholm
Terlepas dari pembatasan baru yang diterapkan, Swedia kini tengah berjuang untuk menahan gelombang kedua Covid-19.
Ibu kota Stockholm kembali menjadi episentrum epidemi. Pekan ini, kota itu meminta anggota masyarakat dengan latar pelatihan medis untuk membantu beban pekerja medis.
Dokter di unit perawatan intensif rumah sakit Karolinska di Stockholm mengatakan bahwa gelombang kedua melanda jauh lebih keras dari yang diperkirakan.
"Kami mendapat tiga skenario berbeda dari Badan Kesehatan Umum pada musim panas ini. Kami bersiap untuk yang terburuk, dan ternyata dua kali lebih buruk," kata Falk.
Hingga saat ini, total kasus Covid-19 di Swedia mencapai 348.585 dan 7.802 kematian.