Pemerintah Ukraina sedang waspada dan bersiap menghadapi peperangan setelah mendapat laporan Rusia mengerahkan pasukan ke perbatasan sebelah timur negara itu.
Kondisi itu bisa membuat peperangan antara kedua negara pada 2014 silam kembali terulang.
"Pengerahan kekuatan dalam bentuk latihan militer yang diduga sebagai aksi provokasi di sepanjang perbatasan adalah permainan lama Rusia," kata Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, saat memberikan keterangan di Kiev, seperti dilansir AFP, Jumat (2/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasukan Rusia dilaporkan mendekati wilayah Donetsk dan Lugansk di timur Ukraina. Menurut laporan intelijen Ukraina, pasukan Rusia dan pemberontak memperkuat koordinasi dan diperkirakan bakal menggelar serangan pada pertengahan April.
Kekerasan di kawasan timur Ukraina yang dikuasai pemberontak yang didukung Rusia kembali meletup pada pekan ini. Dilaporkan 20 tentara Ukraina meninggal dan 57 lainnya terluka dalam kontak senjata dengan pemberontak sejak awal 2021.
Padahal, kedua belah pihak sudah meneken perjanjian gencatan senjata. Namun, kesepakatan itu dinilai rapuh.
Zelensky lantas meminta bantuan kepada sekutunya, Amerika Serikat, untuk menghadapi Rusia.
Kementerian Luar Negeri AS menyatakan menyoroti pengerahan pasukan Rusia di sepanjang perbatasan timur Ukraina.
"Yang kami keberatan adalah tindakan agresif yang bertujuan untuk intimidasi dan mengancam mitra kami, Ukraina," kata Juru Bicara Kemenlu AS, Ned Price.
Menurut para pengamat kemungkinan besar hal ini adalah bentuk kemarahan Rusia setelah Presiden AS, Joe Biden, menyebut Presiden Rusia, Vladimir Putin, sebagai pembunuh.
Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, dalam sambungan telepon dengan Menhan Ukraina, Andriy Tara, berjanji tidak bakal meninggalkan sekutunya di tengah sikap Rusia yang semakin agresif.
Di sisi lain, pemerintah Rusia membantah mengirim pasukan ke wilayah perbatasan Ukraina.
"Federasi Rusia mengerahkan pasukan di dalam wilayah kedaulatan dan sesuai diskresi masing-masing," kata Juru Bicara pemerintah Rusia, Dmitry Peskov.
Peskov mengatakan semua pihak tidak perlu khawatir karena pasukan itu tidak mengancam siapapun.
Peperangan di kawasan timur Ukraina pecah pada 2014 setelah Presiden Ukraina, Viktor Yanukovych, yang dekat dengan Rusia tumbang akibat gelombang demo. Dalam peperangan itu dilaporkan menelan korban jiwa lebih dari 13 ribu orang, dan Ukraina juga kehilangan Semenanjung Krim yang diduduki oleh Rusia.
(ayp/ayp)