Menurut Aleksius, Indonesia perlu bekerja sama dengan China juga untuk menjaga stabilitas di Laut China Selatan.
Meski sudah ada kerjasama, bila China melanggar, maka Indonesia harus bersikap tegas. Sebab, keutuhan wilayah Indonesia tetap terjaga dan diakui hukum internasional.
Rezasyah berharap lewat diplomasi TNI AL itu, Indonesia dapat memberi pesan yang dapat dimengerti China dengan tegas menggunakan bahasa militer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerja sama damai itu merupakan kewenangan Indonesia sebagai negara yang menerapkan non-aligned (tak berpihak). Kalaupun kerja sama dilakukan di kawasan Asia Tenggara, konsep kerja sama itu berupa peace zone plurality sebagaimana prinsip Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN).
Di situ pula kesempatan Indonesia untuk menegakkan hukum internasional Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Kerja sama ini harus dikomunikasikan kepada dunia, agar mereka tidak melihat Indonesia beralih dari bebas aktif menjadi pro china.
China senang dengan adanya kesempatan ini. Sebab secara psikologis dapat menggoyang negara seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang dan India.
"Dengan demikian masing-masing akan mengambil untung dari kerjasama ini." katanya.
Sehingga kerja sama itu bisa digunakan untuk menekankan kewenangan dan kepemilikan perairan Natuna bila China berulah lagi.
"Harus ada ketegasan mempertahankan laut Natuna Utara. Kita bisa kemukakan itu dengan mereka. Dengan demikian mereka sadar kita ini serius. Kita tidak main-main dengan kedaulatan", kata Rezasyah.
Di sisi lain, hubungan China dan Australia memburuk dalam berbagai hal. Salah satunya soal Taiwan.
China menganggap Taiwan adalah bagian dari wilayahnya dan berjanji bakal merebut bahkan dengan kekerasan jika diperlukan. Sementara Australia yang merupakan sekutu Amerika Serikat mendukung kedaulatan Taiwan.
China bahkan mengecam Australia jika nekat berkongsi dengan AS soal Taiwan.
Indonesia, menurut Rezasyah, tidak pernah berpikir China mengambil alih pulau Taiwan. Sebab hal itu akan berdampak terhadap wilayah-wilayah lainnya yang diklaim negara lain.
"Kalau sudah begini Natuna kita terganggu," katanya.
Sementara menurut Aleksius, meluasnya konflik dukungan kedaulatan Taiwan dari negara barat, tak perlu menjadi urusan Indonesia.
Indonesia, kata Aleksius, memiliki kepentingan konflik antar kedua negara itu jika mereka mengganggu stabilitas regional. Selain itu, Indonesia tetap konsisten dengan politik bebas aktif agar bisa memposisikan diri, sehingga bisa merangkul China dan Amerika Serikat.
"Hakekat negara menengah ya begitu bermain dengan mendayung di antara dua karang itu. Jangan ditabrak karangnya," kata Aleksius.
(isa/ayp)