Seoul Krisis Covid, Korsel Terapkan Larangan Tingkat Tinggi
Korea Selatan menerapkan larangan pergerakan tingkat tertinggi di Seoul setelah ibu kota negara itu mengalami lonjakan kasus Covid-19 yang sudah mencapai "level krisis maksimum."
Dalam rapat bersama Perdana Menteri Kim Boo-kyum, gugus tugas penanganan Covid-19 Korsel menyatakan bahwa mereka akan menerapkan larangan pergerakan Level 4 di Seoul, Provinsi Gyeonggi, dan Incheon.
Kantor berita Yonhap melaporkan bahwa larangan tersebut akan berlaku selama dua pekan terhitung mulai Senin (12/7) mendatang.
Sebagaimana dilansir AFP, dengan pemberlakuan aturan tersebut, pemerintah Korsel melarang perkumpulan lebih dari dua orang mulai pukul 18.00.
Sekolah-sekolah akan ditutup, sementara kafe dan restoran akan dibatasi. Layanan makan di tempat bakal dilarang setelah pukul 22.00.
Sementara itu, tempat-tempat hiburan, seperti bar dan kelab malam, akan tutup total. Semua acara publik juga dilarang, kecuali aksi protes yang dilakukan oleh satu orang.
Kim Boo-kyum menyatakan bahwa pemerintah harus menerapkan aturan ini karena lonjakan Covid-19 di Seoul selama beberapa waktu belakangan membuat upaya penanganan kini berada di level krisis maksimum.
"Langkah-langkah antivirus sudah mencapai level krisis maksimum dengan rekor kasus harian Covid-19 dalam beberapa hari terakhir," ujar Kim.
Korsel memang sedang mengalami lonjakan Covid-19 beberapa hari belakangan. Pada hari ini, Jumat (9/7), Korsel mencetak kasus tertinggi selama pandemi dengan 1.316 infeksi corona baru.
Menurut Kim, sebagian besar kasus Covid-19 baru terdeteksi di Seoul, kota yang menampung nyaris separuh populasi Korsel.
"Di Seoul saja, kami menerima laporan lebih dari 500 kasus selama tiga hari berturut-turut, berarti empat dari lima kasus nasional datang dari ibu kota," tutur Kim.
Dalam sepekan belakangan, klaster baru bermunculan di Seoul, termasuk sekolah, kantor, mal. Tempat-tempat tersebut kerap dikunjungi warga berusia 20-30 tahun.
Menurut penuturan pejabat kesehatan Korsel, rentang usia tersebut kebanyakan belum menerima vaksin Covid-19. Dengan demikian, potensi penularan lebih tinggi.
(has)