Taliban Akan Atasi Masalah HAM Jika Diakui Negara Lain

CNN Indonesia
Rabu, 22 Sep 2021 05:19 WIB
Wakil Menteri Informasi dan Kebudayaan Afghanistan, Zabihullah Mujahid mengatakan pihaknya akan mengatasi kekhawatiran tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) jika komunitas internasional mengakui pemerintahan Taliban. (AFP/HOSHANG HASHIMI)
Jakarta, CNN Indonesia --

Salah satu petinggi Taliban mengatakan akan mengatasi kekhawatiran tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Afghanistan jika komunitas internasional mengakui pemerintahannya.

"Selama kami tidak diakui, dan mereka membuat kritik (atas pelanggaran hak), kami kira itu pendekatan sepihak," ujar Wakil Menteri Informasi dan Kebudayaan era Taliban, Zabihullah Mujahid, dilansir TOLO News, Senin (21/9).

Mujahid lalu melanjutkan, "Akan baik bagi mereka untuk memperlakukan kita secara bertanggung jawab dan mengakui pemerintahan saat ini sebagai pemerintahan yang bertanggung jawab."

Komentar Mujahid muncul usai Duta Besar dan Kepala Delegasi Uni Eropa di Afghanistan, Andreas Von Brandt mengatakan sangat prihatin dengan pelanggaran HAM yang terjadi di negara tersebut.

Ia juga menyoroti pelanggaran terhadap hak perempuan dan anak perempuan yang dilakukan Taliban.

"Substansi kritik saya tetap: hak asasi manusia berada di bawah ancaman di Afghanistan, khususnya hak atas pendidikan dan hak untuk bekerja," kata Brand di akun Twitternya, Minggu (19/9).

Pemimpin Partai Persatuan Nasional, Hizb-e-Mutahid-Fikre Mardum Afghanistan, Saleem Paiger juga angkat suara. Ia mengatakan Taliban seharusnya tak menjadikan penyelidikan atas tuduhan pelanggaran HAM sebagai syarat untuk mendapat pengakuan dari negara lain.

"Taliban adalah warga Afghanistan, tetapi mereka seharusnya tidak menyandera masalah seperti itu sebagai syarat untuk diakui oleh dunia," katanya.

Komisi Hak Asasi Manusia Independen Afghanistan (AIHRC) mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya belum dapat memenuhi tugasnya sejak pemerintah Ashraf Ghani runtuh pada 15 Agustus lalu.

Kata AIHRC, pasukan Taliban telah menduduki kantor dan menggunakan peralatan yang ada di gedung tersebut.

AIHRC kemudian meminta Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membentuk badan independen guna memantau pelanggaran HAM yang terjadi di Afghanistan. Mereka juga mendesak agar Taliban menghormati HAM.

"AIRC menyerukan kepada Taliban untuk menghormati kemerdekaan AIHRC dan stafnya, dan semua pembela HAM Afghanistan yang bekerja tanpa lelah melindungi perjuangan rakyat," bunyi pernyataan itu.



Sebelumnya, Human Rights Watch (HRW) dan organisasi internasional lain menyatakan keprihatinannya atas pelanggaran hak asasi manusia oleh Taliban. Namun, sejauh ini Taliban selalu berkelit atas tuduhan itu.

Taliban disebut banyak pihak telah melanggar janji-janjinya yang mengatakan akan membangun pemerintah inklusif dan menjunjung HAM, terutama hak perempuan. Baru sebulan menjabat sebagai pemerintahan interim banyak pelanggaran HAM yang terjadi, khususnya untuk perempuan.

Aturan-aturan itu seperti, larangan bekerja dan pembatasan pendidikan, penyeragaman massal dengan hijab, dilarang berolahraga dan tak mengizinkan perempuan masuk ke dalam pemerintahan.

Perempuan hanya diizinkan bekerja jika jenis pekerjaannya tak bisa digantikan oleh laki-laki. Contohnya membersihkan toilet khusus perempuan.

"Kami hanya mengizinkan perempuan yang kami butuhkan. Maksud saya untuk pekerjaan yang tidak bisa dilakukan laki-laki, atau yang bukan pekerjaan laki-laki. Misalnya, ada toilet umum perempuan di pasar," ujar Walikota Kabul sementara era Taliban, Hamdullah Nohmani.

Sementara komunitas internasional masih pikir-pikir untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Taliban. Sejauh ini, yang bersedia membuka diri baru Rusia dan China.

(isa/fra)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK