Relasi Kartel Narkoba-Taliban: Beda Ideologi Disatukan Opium

CNN Indonesia
Selasa, 05 Okt 2021 20:34 WIB
Opium menjadi candu utama bagi banyak warga Afghanistan. (AFP/BULENT KILIC)
Jakarta, CNN Indonesia --

Opium di Afghanistan menjadi salah satu sumber pemasukan Taliban, bahkan modal untuk membeli senjata. Bisnis ini disebut berkolerasi dengan sejumlah kartel di dunia meski secara ideologi mereka jauh berbeda.

Setelah lebih dari 20 tahun konflik di Afghanistan, dan jatuhnya negara itu ke tangan Taliban muncul krisis kemanusiaan.

Kini, dengan cadangan devisa bank sentral yang dibekukan, bantuan AS yang diragukan, Taliban harus mencari cara untuk membayar gaji dan mendukung warga serta infrastrukturnya.

Dalam Islam, candu termasuk jenis opium sebenarnya tergolong haram. Meski demikian, prinsip kedaruratan yang menjadi landasan kelompok Taliban untuk tetap membolehkan penjualan opium untuk tujuan melawan musuh.

Heroin, morfin, opium,dan ganja sebagian besar pun menguntungkan Taliban dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini juga berarti orang Afghanistan yang tergolong miskin akan bergantung pada perdagangan opium untuk bertahan hidup.

Taliban disebut memasok heroin ke kartel narkoba dunia seperti Camorra, 'Ndrangheta dan Cosa Nostra di Italia, kartel Rusai dan sebagian besar organisasi distribusi di AS.

Ketika Taliban menguasai Afghanistan, mereka akan semakin mempererat cengkeramannya pada penanaman opium. Ini akan berdampak pada perdagangan narkoba global dan khususnya kartel kuat Meksiko.

Afghanistan dan Meksiko mungkin tampak jauh satu sama lain dari sisi geografis dan dipisahkan oleh perbedaan sejarah, sosiologis, serta agama.

Namun, Taliban dan kartel Meksiko dipersatukan dengan ketergantungan secara finansial pada perdagangan narkoba dan menggunakan kekerasan ekstrem untuk memperluas kekuatan politik dan kontrol wilayah.

Pada 2009, para ahli telah memberikan bukti kepada Kongres AS soal bahaya global yang ditimbulkan kartel Taliban dan Meksiko sebagai organisasi perdagangan narkoba transnasional.

Di Meksiko, kartel narkoba berperan dalam urusan politik dan mendapat dukungan dari pejabat pemerintah. Di Afghanistan, menurut dokumen AS dan PBB, produsen berhubungan langsung dengan Taliban. Mereka juga terlibat dengan pemerintah, termasuk yang didukung AS.

Bisnis narkotika internasional telah melahirkan sejumlah kartel di Meksiko. Kartel Sinaloa saat ini adalah kartel yang tumbuh paling cepat dan menguasai wilayah budidaya opium paling menguntungkan. Dengan demikian ia merupakan saingan potensial bagi Taliban.

Tetapi fakta bahwa kartel dan kelompok itu melayani pasar yang berbeda, artinya mereka sebenarnya bisa saling melengkapi.

Menurut Administrasi Penegakan Narkoba AS (DEA), Kartel Sinaloa hampir memonopoli pasar heroin AS. Pentagon percaya, 60 persen heroin di negara-negara Uni Eropa dan Afrika Barat hingga India, Cina dan Rusia berasal dari kartel itu.

Negara-negara itu juga menjadi konsumen opium yang dibeli dari Afghanistan.

Tak hanya itu, kira-kira 95 persen dari bunga opium dunia dibudidayakan di Afghanistan, Meksiko dan Myanmar. Hal ini disertai dengan produksi ilegal, perdagangan heroin dan opium lain yang menyertainya.

Para ahli pada sidang Kongres AS pada tahun 2009, memperkirakan bahwa 50 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Afghanistan tahun itu berasal dari hasil perdagangan obat-obatan terlarang.

Menurut laporan Kementerian Luar Negeri AS yang dirilis awal 2021, sebagian besar produksi opium di Afghanistan terjadi di wilayah yang sudah di bawah kendali Taliban atau setidaknya pengaruh mereka.

Taliban memperoleh pendapatan yang cukup besar dari perdagangan opium. Ini menunjukkan opium memicu konflik, merusak negara hukum, mendorong korupsi dan juga merupakan faktor yang berkontribusi terhadap penyalahgunaan narkoba di negara itu.

Peningkatan Lahan untuk Opium

Sebuah laporan PBB yang diterbitkan April lalu, yang dikutip Deutsche Well, menguatkan temuan ini dan menarik hubungan langsung antara Taliban dan penanaman opium.

Dalam laporan itu, total area budidaya opium di Afghanistan telah meningkat antara 2019 dan 2020 dari 163 ribu menjadi 224 ribu hektar (402.780 menjadi 553.500 hektar).

Selain itu, meskipun sudah ada 21 hektare yang diberantas pada tahun 2019, tidak ada pemberantasan opium pada 2020.

Pada tahun 2020, Afghanistan memiliki anggaran non-militer sebesar $5,6 miliar atau Rp92,7 triliun. Padahal, di tahun 1997 mereka hanya memiliki US$100 ribu atau Rp1,4 miliar, untuk menggaji pejabat pemerintah saja tidak cuku[.

Kabul pun berubah dari kota yang dilanda perang menjadi ibu kota modern, dengan semakin banyak gedung tinggi, kafe internet, restoran, dan universitas.

Sumber dana itu berasal dari bea cukai, pajak, pendapatan dari biaya layanan seperti paspor, telekomunikasi dan jalan, serta pendapatan dari kekayaan mineral yang luas dan sebagian besar belum dimanfaatkan.

Pendapatan akan jauh lebih tinggi jika bukan karena korupsi oleh para pejabat di negara tersebut.

Sementara itu, Taliban memiliki aliran pendapatan signifikan sendiri untuk membiayai pemberontakan saat menguasai negara Afghanistan.

Pada tahun fiskal 2019-2020 saja, Taliban meraup US$1,6 miliar atau Rp22,8 triliun dari berbagai sumber.

Pemasukan paling kentara yakni, mereka mampu memperoleh US$416 juta atau Rp5,94 triliiun dari penjualan opium. Sementara dari mineral lebih dari US$400 juta atau 5,7 triliun dari mineral pertambangan seperti bijih besi, marmer dan emas, dan US$240 juta dari sumbangan donor serta kelompok swasta.

Badan intelijen AS dan lainnya percaya bahwa berbagai negara, termasuk Rusia, Iran, Pakistan, dan China, telah membantu membiayai Taliban.

Dengan pemasukan sebanyak itu, Taliban dapat membeli banyak senjata dan meningkatkan barisan militernya saat mereka menaklukkan Afghanistan dalam hitungan pekan dan meraup untung dari penarikan pasukan AS.

Lanjut baca di halaman berikutnya....



Ledakan Awal Opium di Afghanistan


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :

TOPIK TERKAIT