ANALISIS

Alergi Nama Ataturk dan Tudingan Reaksi Lebay di RI

Anisa Dewi | CNN Indonesia
Selasa, 19 Okt 2021 07:35 WIB
Analis menilai narasi soal Mustafa Kemal Ataturk yang beredar di Indonesia tidak utuh sehingga memicu sentimen terhadap Bapak Bangsa Turki tersebut.
Banyak masyarakat Indonesia dinilai tak cukup memahami rekam jejak Ataturk sebagai salah satu pahlawan Turki. (Foto: AFP)

Profesor Kajian Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, menganggap sentimen terhadap Ataturk di Indonesia tinggi lantaran presiden pertama Turki tersebut erat kaitannya dengan sekularisme.

Setelah Ottoman Turki runtuh medio 1922, Ataturk mendeklarasikan pendirian negara Republik Turki dan menjabat sebagai presiden.

Sejak itu, Ataturk melakukan reformasi progresif besar-besaran demi memodernisasi Turki menjadi negara industri dan sekuler.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu upaya Ataturk memodernisasi Turki dari budaya Ottoman yang bernapaskan Islam adalah memperkenalkan ideologi populisme dan sekularisme, penghapusan kekhalifahan Ottoman, penghapusan pengadilan agama, perubahan penulisan nasional dari alfabet Arab menjadi huruf latin, hingga penerapan sistem kalender Masehi atau Gregorian.

Sejak itu, sejarah menulis langkah progresif dan modern Ataturk dalam mereformasi Turki dari Ottoman menjadi negara sekuler yang tak lagi kental nilai Islam.

Kebijakan itu, kata Yon, membuat banyak orang, termasuk sejumlah Muslim di Indonesia, menganggap Bapak Bangsa Turki itu sebagai salah satu orang yang melakukan pemaksaan penghilangan agama di negara tersebut.

"Informasi-informasi soal Ataturk yang masuk ke Indonesia itu kemudian dilihat sebagai sosok yang seperti merepresi kelompok agama," ujar Yon saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (18/10.

Menurut Yon, informasi yang beredar di kalangan masyarakat Indonesia mengenai Ataturk tak komprehensif. Ataturk hanya direpresentasikan sebagai tokoh yang membuat kebijakan sekuler di Turki tanpa melihat peran dan kontribusinya terhadap pembentukan negara Turki seperti saat ini.

"Ada sebagian segmen sejarah yang tertangkap tidak utuh. Jadi orang Indonesia lebih banyak melihat Attaturk itu di akhir-akhir, ketika melihat Turki mulai ada kebijakan sekularisasi yang lebih radikal," ucap Ketua Program Studi Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam SKSG Universitas Indonesia itu.

Yon menuturkan informasi-informasi yang tidak utuh tersebut menjadi pemantik kebencian sebagian Muslim di Indonesia terhadap Attaturk. Yon menuturkan sentimen orang Indonesia terhadap Ataturk bahkan melebihi penduduk Turki sendiri.

"Kalau saya lihat, orang Indonesia sebagian itu lebih benci terhadap Ataturk dibandingkan orang Turki itu sendiri," katanya menambahkan.

Misinformasi yang kadung menyebar di publik Indonesia soal Ataturk ini, kata Yon, erat kaitannya dengan perebutan wacana antara kelompok pro-sekuler dan konservatif Turki.

Yon mengatakan polarisasi itu cukup kuat lantaran Ataturk dianggap sebagai representasi kelompok sekuler.

"Maka kemudian (Ataturk) dimusuhi dan dibenci (sebagian kalangan)," ucap Yon.

Yon mengatakan kebencian terhadap pemimpin pertama Turki itu bahkan memunculkan mitos-mitos terhadap Ataturk, salah satunya rumor soal makamnya yang bau.

Padahal, Yon mengatakan sekularisme tak semenakutkan itu. Menurutnya, sekularisme pasif ala Turki bisa sejalan dengan moderasi agama. Sekularisme pasif di Turki, ucap Yon, diartikan sebagai negara memposisikan secara adil agama-agama yang ada.

Yon memaparkan sekularisme pasif dimanfaatkan oleh pemerintahan Turki saat ini untuk menghormati kepercayaan maupun keyakinan beragama di negara tersebut.

Di awal kepemimpinan, Yon mengatakan Ataturk menerapkan paham sekuler pasif.

Hal ini bukan berarti agama harus absen di ruang publik, katanya, tetapi negara menjaga netralitas terhadap agama dan memberi kesempatan yang sama kepada agama-agama yang ada untuk berpartisipasi dalam urusan-urusan publik.

"Jadi negara tidak memusuhi simbol-simbol agama seperti yang dipraktikkan dalam sekularisme yang bersifat asertif," terang Yon.

Di awal kepemimpinannya, Ataturk bahkan disebut sebagai pahlawan perang, yang mampu mempertahankan Ottoman Turki dari serangan Inggris, Prancis, dan Rusia yang merupakan sekutu dalam Perang Dunia I.

Sebagian besar penduduk Turki, kata Yon, juga menganggap Ataturk sebagai pahlawan kemerdekaan.

Namun, Yon mengatakan Ataturk perlahan mencoba menerapkan paham sekuler asertif di era pemerintahannya hingga publik mulai antipati terhadap dirinya.

Beberapa kebijakan kontroversial selama Ataturk memimpin antara lain larangan memakai sorban ala Ottoman, pembubaran sekolah-sekolah Islam, hingga larangan penggunaan bahasa Arab dan diganti dengan bahasa Turki.

"Nasionalisasi yang radikal itulah yang menyebabkan sebagian rakyat Turki sendiri tak menyukai figur Attaturk," kata Yon.

Sekularisme yang bersifat asertif, agresif, imbuh Yon, biasa ditakuti karena dapat merepresi kelompok agama.

"Ya yang asertif di akhir era Ataturk yang banyak mengakibatkan konflik dengan kelompok agama," katanya.

Terlepas dari kontroversinya, Ataturk tetap dianggap pahlawan Bapak Bangsa Turki baik oleh kelompok sekuler maupun kelompok Islamis di negaranya.

Masyarakat Indonesia dinilai lebay soal Ataturk, baca di halaman berikutnya...

Sebagian Muslim RI Dinilai Lebay

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER