Beberapa tahun lalu, Arab Saudi bersama beberapa negara Timur Tengah lain seperti Mesir, Bahrain, dan UEA, memutus hubungan diplomatik dengan Qatar.
Pada Juni 2017 lalu, Arab Saudi menutup perbatasannya dengan Qatar sebagai bagian dari sanksi atas dukungan Doha terhadap kelompok Islam radikal dan kedekatan dengan Iran.
Akibatnya, Qatar harus menerima embargo dari Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keempat negara tadi menuduh Qatar mendukung terorisme, karena menampung tokoh-tokoh dan anggota Ikhwanul Muslimin. Mereka juga menilai Qatar menjalin hubungan erat dengan Iran, yang dinilai mengancam kestabilan wilayah Teluk.
Namun, hubungan Arab Saudi dan Qatar kini sudah menjadi lebih baik setelah keduanya kembali membuka perbatasan darat pada Januari 2021 lalu.
Dukungan Barat Perkuat Legitimasi Penguasa Arab Saudi
Di sisi lain, Arab Saudi juga dikenal sebagai salah satu mitra dari Amerika Serikat. Arab Saudi pernah melakukan latihan militer bersama AS dan Kuwait pada November 2021. Kedudukan ini juga menjadi salah satu faktor Saudi kemudian ingin menormalisasi hubungannya dengan Qatar.
"Karena Qatar juga memiliki hubungan yang dekat dengan Amerika Serikat. Dalam aspek ini akhirnya terjadi hubungan baik kembali (dengan Arab Saudi). Dinormalisasi hubungan mereka," ungkap Yon lagi.
Yon juga menjelaskan, kedudukan kekuasaan negara kerajaan tidak cukup kuat, mengingat pemerintahan ini dilakukan dengan turun-temurun, bukan dipilih rakyat.
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL Xi Jinping Ancam Dunia sampai Pejabat RI Kunjungi Israel |
"Sebenarnya negara-negara ini sebagai negara monarki yang secara politik legitimasinya rendah. Itu membutuhkan dukungan negara asing," tuturnya.
"Dalam sisi menguatkan rezim agar tidak terpengaruh oleh perubahan politik, mereka perlu berkolaborasi, bekerja sama, termasuk juga dengan dunia internasional," lanjutnya lagi.
Akibatnya, negara kerajaan, seperti Saudi, memilih untuk bersikap represif agar tidak terjadi guncangan politik, papar Yon menambahkan.
"Mereka tidak memberikan ruang saluran politik bagi rakyat. Ini berpotensi membuat ketidakstabilan, makanya mereka cenderung lebih represif agar rakyatnya tidak berbicara politik, dan mereka rezimnya lebih kuat. Mau tidak mau harus minta backup dari negara luar, karena potensi perubahan politik itu selalu muncul," Yon menambahkan.
(pwn/bac)