ISIS mengalami pukulan telak lagi usai sang pemimpin, Abu Ibrahim Al-Hashimi Al-Qurayshi, tewas dalam serangan operasi kontraterorisme Amerika Serikat. Organisasi ini harus mencari pemimpin baru di tengah perdebatan 'sosok ideal' dan kampanye anti teroris Washington.
Operasi yang menewaskan Qurayshi menjadi serangan yang terbesar sejak 2019. Ketika itu, AS mengklaim berhasil membunuh pemimpin ISIS Abu Bakr Al-Baghdadi.
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL AS Bunuh Pemimpin ISIS sampai Alasan Saudi Ubah UU Bendera Syahadat |
Amerika Serikat ingin menunjukkan perang kontraterorisme yang efektif usai kegagalan di Afghanistan. Serangan di Suriah menjadi kemenangan yang dirayakan Paman Sam. Namun, mereka juga khawatir soal siapa pengganti Qurayshi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pengamat menilai kemungkinan besar penerus Qurayshi adalah orang yang tenggelam dalam fanatisme dan teror Islam. Namun, mereka tak mengetahui persisnya.
Direktur penelitian di The Soufan Group dan peneliti senior di The Soufan Center, Colin Clarke, menilai pemimpin selanjutnya mungkin orang yang tak banyak dikenal publik.
"Pemimpin ISIS berikutnya bisa menjadi seseorang yang relatif tidak dikenal, yang akan memunculkan tantangan bagi AS dan sekutu dalam hal pengumpulan intelijen dan pemetaan jaringan," kata Clarke dalam tulisan opini yang dimuat Politico, Kamis (3/2).
Meski demikian, hal tersebut juga merupakan tantangan bagi ISIS. Terutama jika pemimpin berikutnya bukanlah seseorang yang memiliki reputasi setara dengan para pemimpin jihad sebelumnya. Itu kemungkinan akan membuat perekrutan anggota semakin lesu.
Siapapun penggantinya mungkin tak punya kredensial agama atau militer dari pendahulunya, sehingga mereka harus berjuang keras untuk mendapat pemimpin baru.
Baghdadi dan Qurasyhi adalah dua orang yang berbeda kepribadian dan cara memimpin ISIS.
Pemimpin kharismatik yang populer dapat menjadi magnet untuk merekrut anggota, sebagaimana Baghdadi. Namun, mereka juga menjadi target kontra terorisme yang menarik.
Sebaliknya, kepemimpinan ala Qurayshi yang bergerak dalam senyap akan kesulitan menggaet anggota dan membuka jaringan internasional. Meski begitu, mereka akan sulit dilacak dari sisi target kontraterorisme.
Tantangan ini akan membuka kembali ketegangan yang sudah lama muncul antar faksi yang bersaing secara internal.